Sunday, July 26, 2009

SOTERIOLOGI DALAM IMAN KRISTEN

(Disusun oleh Joseph Handoko)



PENDAHULUAN

Ajaran tentang keselamatan menempati tempat yang paling penting dalam tiap agama. Agama Yahudi mengajarkan orang harus taat pada perintah perintah Taurat agar dapat ambil bagian dalam dunia yang akan datang dalam pemerintahan Mesias.
Agama Islam mengajarkan semua amal ibadah dilakukan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits, agar manusia dapat luput dari neraka dan masuk surga. Agama Hindu mengajarkan orang harus menjalani Dharma sesuai dengan ajaran Weddha agar pada akhirnya mencapai Moksha, lepas dari lingkaran kelahiran dan kematian, menyatu dalam diri Brahman (Sang Hyang Widdhi Wasa).
Agama Buddha mengajarkan dengan mengikuti ajaran Sang Buddha yang mengharapkan lepas dari lingkaran Samsara dan mencapai Nirwana.

Demikian pula iman Kristen mengajarkan bahwa kedatangan Yesus Kristus ke dunia ini adalah “agar barang siapa yang percaya akan Dia tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Bagi orang Kristen, Roma Katholik, aliran aliran Protestan dan Orthodox, keselamatan itu bukanlah sekedar “sesuatu” yang diberikan oleh Yesus Kristus, tetapi Yesus Kristus itu sendirilah “wujud” keselamatan itu. Dan di luar “Yesus Kristus” itu tak ada keselamatan (Kis 4:12).

Kis 4:12  Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di
bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang
olehnya kita dapat diselamatkan.

Berbicaraa tentang Keselamatan yalah berbicara tentang Kristus, dan berbicara tentang Kristus yalah berbicara tentang Keselamatan. Kristologi adalah Soteriologi, dan Soteriologi adalah Kristologi. Kata Yesus kepadanya :”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6).



MAKNA KESELAMATAN DALAM PEMAHAMAN IMAN KRISTEN

Dari data Alkitab

Dalam (Mat 1:21), Keselamatan dimengerti sebagai “bebas dari dosa” atau sebagai “Immanuel, Allah beserta kita” (Mat 1:23). Rasul Paulus mengajarkan “Yesus Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang orang berdosa” (1 Tim 1:15). Juga dijelaskan bahwa “Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk 19:10), “untuk menyembuhkan orang sakit” (Luk 5:31) dan “untuk memanggil bukannya orang benar tetapi orang berdosa supaya bertobat” (Luk 5:32).
Yesus Kristus tidak datang untuk menghukum dunia, “namun agar supaya dunia boleh diselamatkan melalui Dia” (Yoh 3:17).

Demikian juga yang dikatakan dalam (Kol 1:13~14), bahwa melalui Kristus, Allah telah “melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih”, sehingga dengan kedatangan Kristus itu kita telah “pindah dari maut ke dalam hidup” (1 Yoh 3:14), serta “jika kita mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, dan bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kita akan diselamatkan” (Rom 10:9~10). Juga dikatakan bahwa “jika Kristus tidak dibangkitkan….maka sia sia pula iman kamu” (1 Kor 15:14).

Dari data data Alkitab yang demikian itulah maka Pengakuan Iman Gereja Awal yang dirumuskan di Nikea dalam Konsili I pada tahun 325 M, dan di Konstantinopel dalam Konsili II pada tahun 381 M mendeklarasikan Syahadat (Panjang) bahwa Kristus,

“……yang untuk kita manusia
dan bagi keselamatan kita telah turun dari surga
dan menjelma oleh Roh Kudus
dan dari Perawan Maria
serta menjadi manusia”

Hal ini menunjuk pada fakta “Inkarnasi”, yaitu menjelmanya Sang Firman menjadi Manusia, yang untuk keselamatan kita,

“……telah disalibkan bagi keselamatan kita
di bawah pemerintahan Pontius Pilatus,
Dia menderita sengsara dan dikuburkan.
Dan telah bangkit lagi pada hari ketiga
sesuai dengan Kitab Suci.
Dan telah naik ke surga,
serta duduk di sebelah kanan Sang Bapa.

Dari semua yang telah kita bahas di atas dapat kita simpulkan bahwa keselamatan dalam Kristus itu diberikan kepada manusia melalui penjelmaan (inkarnasi) Sang Firman menjadi manusia, seluruh kehidupan dan karyaNya. Teristimewa penderitaan, penyaliban, kematian, dan kebangkitanNya dari antara orang mati.

Keselamatan di dalam Kristus adalah kebebasan dari dosa, kematian, dan dari kuasa kegelapan (iblis) serta penyembuh-pulihan dari kodrat kemanusiaan kita kepada kemuliaan Allah, serta kehidupan kekal, yang adalah hidup milik Allah sendiri.

Jadi puncak keselamatan di dalam Kristus adalah pemulihan hidup Ilahi ke dalam manusia serta penyatuan kembali manusia berdosa dalam pengampunan dosa dosanya kepada kemuliaan Allah sendiri.


UNSUR UNSUR AJARAN KESELAMATAN MENURUT IMAN KRISTEN


Dalam membahas makna keselamatan yang kita bicarakan di atas, maka ajaran tentang Keselamatan yang terdapat dalam Alkitab sebagaimana yang dipercayai oleh Gereja yang Katholik dan Apostolik sejak awal memiliki unsur unsur berikut ini :


1 Manusia sebagai Obyek Karya Keselamatan : Kodrat manusia, Kejatuhan manusia dan
Akibat-akibatnya.

2 Karya Keselamatan di dalam Kristus : Pribadi Kristus dan Karya Kristus.

3 Keselamatan sebagai Pengalaman Subyektif Pribadi dan Karya Roh Kudus.

4 Gereja sebagai Bahtera Keselamatan dan Persekutuan Orang Kudus.

5 Penggenapan Keselamatan di Akhir Zaman.



U N S U R 1

1 Manusia sebagai Obyek Karya Keselamatan : Kodrat Manusia, Kejatuhan manusia dan . Akibat-akibatnya.


a. Kodrat Manusia

Berfirmanlah Allah : Baiklah Kita menjadikan manusia menurut Gambar dan Rupa
Kita….Maka Allah menciptakan manusia itu menurut GambarNya, menurut Gambar
Allah diciptakanNya dia…..(Kej 1:26~27)

Ayat ini sangat penting dalam kita memahami penghayatan Iman Kristen dalam mengerti kodrat kodrat manusia, karena pernyataan Alkitab mengenai Keputusan Allah untuk menciptakan manusia “MENURUT Gambar dan Rupa” itu, akan menjadi landasan mengenai tujuan diciptakannya manusia dan dengan demikian akan berkaitan dengan makna keselamatan manusia.

Alkitab tidak menyatakan bahwa manusia itulah “gambar dan rupa” Allah. Tetapi Alkitab menyatakan bahwa manusia diciptakan “MENURUT”(sesuai dengan, mengikuti pola) “Gambar dan Rupa” Allah.

Padahal menurut (Kol 1:15) yang disebut sebagai “Gambar Allah”, tak lain adalah “Anak Allah”, yaitu Firman Allah sendiri (Yoh 1:14).

Catatan 1

Ayat ayat lain yang menyebut Yesus sebagai Gambar Allah yaitu :

Kol 1:15  Ia adalah Gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari
segala yang diciptakan.


2 Kor 4:4  Yaitu orang orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah
zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus
yang adalah gambaran Allah.

Ibr 1:3  Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan Gambar Wujud Allah


Itulah beberapa ayat yang menunjukkan gelar Yesus sebagai Gambar Allah. Mengapa Yesus disebut sebagai Gambar Allah ? Karena melalui Yesus, Allah dapat dilihat.
Sebagai Firman Allah yang menjelma, Yesus membuat Allah itu dapat dimengerti oleh manusia. Yesus membuat Allah itu nyata kepada dunia, karena Allah yang dalam keadaanNya yang tidak kelihatan itu, tidak akan dimengerti oleh manusia. Karena seorangpun tak pernah melihat Allah, namun Anak Allah, yaitu Firman Allah itulah yang menerangkan tentang keberadaan Allah yang tidak kelihatan itu.
Melalui Anak Allah/Firman Allah itu, kita dapat melihat Allah seolah-olah melihat GambarNya (Gambar KemulianNya, Gambar Sifat sifatNya), didalam diri Yesus Kristus.

Yoh 1:18  Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan , Bapa, Dialah yang menyatakanNya.

Yesuslah yang menyatakan tentang bagaimana Allah itu. Oleh karena itu, Dia adalah Gambar Allah, karena Firman itu menggambarkan keberadaan atau sifat sifat dari yang punya Firman.

Yesus menyatakan dalam,

Yoh 14:9  “Barang siapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa”

Karena Dia adalah Gambar Allah; dengan melihat Yesus kita melihat Allah sendiri, karena Allah dinyatakan di dalam Diri Yesus Kristus sebagai GambarNya.



Demikian juga menurut (Flp 2:5~6) yang disebut “Rupa Allah” juga menunjuk kepada “Anak Allah” atau “Firman Allah” yang sama tadi, yang setelah menjelma menjadi manusia disebut dengan nama Yesus Kristus.

Catatan 2

Dalam (Flp 2:5~6) disebutkan : “……Yang walaupun dalam Rupa Allah….”. Apa beda pengertian Gambar dan Rupa di sini ?
Gambar adalah sesuatu yang menggambarkan tentang yang terlukis di tempat lain, umpamanya di atas kertas atau di dalam buku atau di dalam photo, terpisah dari rupa. Sementara Rupa adalah bentuk yang lengket pada wajah orang itu.
Gambar merupakan refleksi dari pada orang yang digambar. Sementara Rupa adalah keberadaan yang ada, yang melekat pada orang itu.
Kalau Yesus disebut sebagai Gambar Allah, itu menunjukkan pada kenyataan bahwa Dia adalah refleksi dari Kemuliaan Allah yang melaluiNya Allah dapat dimengerti.
Kalau Yesus disebut Rupa Allah adalah menunjuk kepada KESETARAAN dengan Allah. Kesetaraan dengan Allah berarti mempunyai kodrat yang sama dengan Allah itu sendiri. Hal ini menunjukkan kodrat Yesus sebagai Firman Allah yang tinggal di dalam kodrat Keilahian yang hanya SATU. Jadi kodrat-Nya Allah, itu juga kodrat-Nya Yesus, yaitu kodrat-Nya Sang Firman karena Firman itu tinggal di dalam diri Allah yang Satu. Jadi gelar Rupa Allah ini menunjukkan essensi Sang Firman yang satu dengan Allah. Maka kalau Yesus disebut sebagai Rupa Allah, menunjukkan siapa Sang Firman, yang pada mulanya berada di dalam kodrat Allah yang Satu, yang tanpa meninggalkan tempat-Nya dalam kodrat Allah (Yoh 1:18). Tanpa meninggalkan “Pangkuan Bapa”, Ia datang ke dunia menjadi manusia. Jadi Rupa Allah menunjukkan bahwa Yesus adalah setara atau sekodrat dengan Allah karena Dia adalah Firman Allah.


Maka dengan manusia diciptakan “MENURUT” Gambar dan Rupa Allah, berarti manusia diciptakan “menurut Firman Allah”, yaitu “Anak Allah” yang kekal itu sendiri sebagai “pola aslinya”. Karena itu Yustinus Martir, seorang penulis Kristen Awal pernah mengatakan bahwa :
Pada dasarnya jiwa manusia itu adalah “kristen” (dengan huruf “k” kecil) kodratnya, karena diciptakan dengan “Anak Allah, Firman Allah : Kristus, sebagai pola aslinya. Dosa dan kuasa kegelapan dan pengaruh pengaruh jahat di sekitarnyalah yang membuat manusia itu menjadi Yahudi, Kafir, Majusi atau yang lainnya, sehingga tak percaya pada Kristus, yaitu tak mau kembali kepada “fitrah” atau “pola aslinya” tadi.


Karena manusia diciptakan dengan “Firman Allah” sebagai polanya maka tujuan panggilan manusia diciptakan itu adalah untuk merealisasikan potensi kodratnya tadi sehingga betul betul kodrat itu “menyatu” dan “manunggal” dalam KEMULIAAN Allah melalui “Sabda atau Firman” tadi.

Artinya manusia diberi kemampuan oleh Rahmat (Kasih Karunia) Allah pada saat penciptaannya itu untuk memiliki kemampuan moral yang merupakan “gambar” sifat sifat Allah pada dirinya agar dengan itu melalui ketaatan moralnya pada kehendak Ilahi mencapai penyatuan (panunggalan) dengan “Firman Allah” sehingga manusia boleh “ambil bagian dalam kodrat Ilahi” (2 Pet 1:4), yaitu menjadi mulia seperti kemuliaan Ilahi itu sendiri oleh kuasa rahmat (kasih karunia) yang bekerja dalam dirinya.

Panggilan untuk menjadi “seperti Allah” dalam kekekalan hidup dan kemuliaan itulah tujuan manusia diciptakan. Pada waktu kita diciptakan Allah “memilih kita” manusia,

Ef 1:4  Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita
kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.

Artinya bukan malaikat atau binatang yang dipilih, serta “menentukan kita”,

Ef 1:5  Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi
anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya

yaitu ketentuan sebagai kodrat yang tak bisa diubah yang mencirikan panggilan manusia untuk menjadi “kudus dan tak bercacat” serta untuk “menjadi anak anak Allah” .Hanya Allah saja yang kudus dan tak bercacat, bearti manusia diciptakan untuk ikut ambil bagian dalam sifat sifat Allah, yaitu keadaan “kudus” dan “tak bercacat” ini.

Demikian pula jika anak seekor binatang mempunyai sifat sifat binatang, dan anak seorang manusia mempunyai sifat dan kodrat manusia, maka dengan ditentukan untuk menjadi anak anak Allah itu bearti manusia secara kodrat asli tujuan penciptaan semula itu adalah ditentukan untuk ambil bagian dalam “sifat dan kodrat Allah” sendiri, karena menjadi anak anak Allah.

Catatan 3

Menurut para Bapa Gereja Awal, misalnya, Ignatius dari Antiokia, Ireneus dari Lyons, Athanasius dari Alexandria, Gregorius dari Nazianzus, Gregorius dari Nyssa, Yohanes Krisostomos, Basilius Agung, Yohanes dari Damaskus, dll, manusia diciptakan menurut Gambar Allah dengan panggilan khusus untuk menjadi seperti Allah. Bapa Gereja menjelaskan dengan rinci ajaran dari Kitab Kejadian ini. Keberadaan manusia “menurut Gambar Allah” ini bearti bahwa manusia memiliki jiwa rohani yang memantulkan Allah (Bapa) sebagai seorang pribadi. Manusia mampu untuk mengenal Allah, dan dalam persekutuan (panunggalan) dengan-Nya.
Manusia itu milik Allah, karena dalam keadaan sebagai anak Allah dan menurut Gambar Allah itu, maka manusia mempunyai kaitan – hubungan yang tak dapat lepas dari Allah.

Para Bapa Gereja itu juga membuat perbedaan antara “Gambar Allah” dalam manusia, dan “Rupa Allah” dalam manusia tadi. “Gambar” adalah kemampuan (potensi) yang dikaruniakan (rahmat) pada manusia, yang melaluinya manusia dapat mencapai kehidupan “Theosis” (panunggalan dengan Allah) . Sedangkan “Rupa” adalah realisasi (aktualisasi) dari “potensi” ini : yakni makin seperti “Gambar Allah” dan makin seperti “Rupa Allah”. Dengan kata lain perbedaan antara “Gambar” dan “Rupa” itu adalah perbedaan antara “apa adanya” dan “apa yang akan jadi”

Juga bearti bagi manusia bahwa ketidak-fanaan Allah itu terpantul pada manusia, sejauh tetap bersekutu (manunggal) dengan Allah melalui Gambar Allah yang ada pada dirinya.

Karena manusia gagal untuk mencapai panunggalan (Theosis) ini. “Adam yang baru”, yaitu Kristus (sebagai pola asli manusia yang menurutnya kodrat manusia diciptakan), mengambil bagi diri-Nya sendiri tanggung jawab untuk menggenapi panggilan asli dari manusia pertama (Adam) itu.



b Kejatuhan Manusia dan Akibat - akibatnya


Panggilan untuk mencapai “Theosis” itu harus dilalui manusia melalui ujian Iman kepada Allah yang dinyatakan dalam ketaatan terhadap perintah-perintah-Nya,sehingga kelihatanlah potensi moral manusia yang bersumber dari rahmat (kasih karunia) itu dapat berkembang dan bergerak menuju tujuan akhirnya. Dan ujian itu dinyatakan dalam larangan Allah agar manusia tidak memakan “buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat” (Kej 2:17). Ujian ini menentukan nasib manusia. Karena jika gagal manusia akan runtuh dalam maut dan kebinasaan, mengalami disintegrasi dari tujuan akhir penciptaannya.
Namun jika berhasil, hidup kekal (Theosis) itulah yang akan didapatkannya.

Allah mengetahui dilema dan resiko yang dihadapi oleh kehendak bebas manusia sebagai wujud diciptakan menurut Gambar dan Rupa-Nya itu. Oleh karena itu Allah memperingatkan manusia sebelumnya, mengenai akibat pelanggaran jika dilakukan, dan akibat ketaatan jika dijalankan.

Kej 2:17  …pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu jangan kau makan buah
nya, sebab PADA HARI engkau memakannya pastilah engkau mati.

“PADA HARI” manusia melanggar perintah Allah dengan memakan buah terlarang itu sajalah “mati” itu diancamkan pada manusia. Sehingga jika manusia tidak pernah makan buah pohon itu, bearti manusia tidak akan pernah mati. Jadi manusia pertama itu masih dalam keadaan “potensial”, yaitu potensial untuk hidup kekal atau potensial untuk binasa. Dia harus memilih persimpangan jalan yang dihadapi oleh kodratnya itu. Manusia masih dapat bertumbuh ke dalam “Theosis” atau jatuh ke dalam “lapuk,binasa dan kematian”

Kodrat manusia itu memang diciptakan baik, namun belum sempurna. Allah telah memperingatkan akibat-akibat pelanggaran atau ketaatan manusia. Kejatuhan manusia itu bukan direncanakan Allah, namun sudah diketahui Allah sebelumnya sebagai resiko diciptakan menurut Gambar Allah yang memiliki kehendak bebas. Jadi kejatuhan manusia terjadi justru karena pelanggaran dan ketidak-taatannya sendiri dalam menuruti peraturan dan perintah Allah.

Dari data data di atas, jelas bahwa tujuan “Theosis” atau panunggalan dengan Kemuliaan Allah, yaitu hasil akhir keselamatan, bukan baru diadakan karena adanya dosa, namun dari semula itulah tujuan manusia diciptakan. Tetapi karena pelanggarannya, kodrat manusia berjalan menukik ke bawah ke dalam kematian. Itulah sebabnya manusia sekarang dalam keberadaan “hamartia” (meleset dari sasaran), baik sasaran kodrat keterciptaannya maupun sasaran moral.

“Kemelesetan-sasaran” kodrat itu berwujud kematian fisik yang bersumber dari kematian roh (Ef 2:1  Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran- pelanggaran dan dosa-dosamu). Karena “tubuh tanpa roh itu mati”(Yak 2:26), bearti roh itu sumber kehidupan tubuh. Padahal tubuh sebelumnya akan hidup kekal jika manusia tidak jatuh, yang bearti roh itu seharusnya mempunyai kuasa hidup yang dapat menghidupkan terus menerus. Namun fakta bahwa tubuh sekarang dapat mati, bearti roh tidak sanggup lagi memberikan hidup. Bearti roh itu sendiri sedang sekarat, yaitu tak mempunyai daya hidup, meskipun roh itu sendiri tak dapat punah atau binasa seperti tubuh (Mat 10:28).

Karena daya hidup roh yang memberikan kekekalan itu sumbernya dari hidup Ilahi, maka sesudah jatuh itu bearti roh manusia terputus dari hidup Ilahi itu sendiri. Manusia sekarang menjadi lapuk dan fana, serta takluk pada kebinasaan dan maut, serta membusuk jadi tanah.
Derita, duka, dan kematian itulah yang menjadi nasib manusia sejak saat itu. Karena “upah dosa (hamartia) itu adalah maut” (Rom 6:23). Keadaan ini kita warisi dari nenek moyang kita, yang oleh Gereja Timur dikenal sebagai “hamartia (kemelesetan) nenek moyang” atau dalam Gereja Barat disebut sebagai “Dosa Asal/Dosa Waris”

Doktrin Dosa Asal atau Dosa Waris itu tak bearti kita menanggung “kesalahan Adam”. Kesalahan Adam itu ditanggung Adam sendiri, karena “anak tak akan turut menanggung dosa ayahnya” (Yeh 18:20), namun akibatnya, yaitu kelapukan, kefanaan, kebinasaan, kehilangan hidup kekal, yaitu terpisah dari Allah, derita, duka, kesakitan, dan akhirnya kematian itulah yang diwariskan kepada manusia tak peduli apa agamanya atau bangsanya.

Sedang “kemelesetan sasaran” moral itu berwujud pada kecenderungan manusia untuk lebih mudah berbuat yang jahat dan tidak kudus, serta sukarnya melakukan yang baik. Sehingga manusia berada di bawah permainan kehendak Iblis. Demikian akibat kejatuhan manusia ini, segenap manusia sekarang berada di bawah kuasa “Iblis, Dosa dan Maut”.
Inilah yang harus dilepaskan dulu sebelum manusia kembali kepada tujuan panggilan semula untuk mencapai “Theosis”.

2 Karya Keselamatan Kristus : Pribadi Kristus, Karya Kristus


a. Pribadi Kristus


Sebagaimana yang telah kita bahas di atas, pribadi Yesus Kristus sebagai “Firman Allah” yang menjelma menjadi manusia adalah pusat dari Iman Kristen, dan menjadi landasan keselamatan manusia. Karena Dia adalah “Pola Asli” kodrat manusia itu sendiri. Dan karena “Pola Asli” kodrat manusia adalah “Firman Allah” yang melalui Firman yang sama ini segala sesuatu diciptakan Allah seperti terlihat dalam data-data Alkitab dibawah ini,

Semua dicipta melalui Firman (Kej 1 : 3,6.9,11,14,20,24,26)

Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi. Dia memberi perintah maka semuanya ada (Mzm 33 : 9)

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. 2 Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. 3 Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada sesuatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. (Yoh 1 : 1~3)

….ada satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu telah dijadikan dan yang oleh Dia kita hidup (1 Kor 8 : 6)

….Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan AnakNya yang Ia telah tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. 3 Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah ......(Ibr 1 : 2~3)

Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan,….. 16 karena didalam Dialah telah diciptakan segala suatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa, segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia (Kol 1 : 15~16)

Maka untuk mengembalikan manusia kepada hidup kekal itu maka Firman Allah : “Pola Asli” kodrat manusia itu telah “menjadi daging (Yoh 1:14). Artinya Ia telah mengambil “rupa manusia” (Flp 2:7, Yoh 1:14), “menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka” (Ibr 2:14). Serta “…dalam segala hal Ia harus disamakan…” dengan manusia (Ibr 2:17), termasuk tubuh, jiwa, roh, pikiran, hati, emosi dan segala sesuatunya kecuali dosa, tanpa mengalami perubahan dari kodrat asli-Nya Yang Ilahi yang satu dalam Ke-Ilahi-an dengan Sang Bapa itu.

Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-“Allah”an (Kol 2 : 9)

Demikianlah “Firman Allah” yang menjadi daging itu dalam kodrat asli Ilahi-Nya berada satu kodrat dengan Allah serta tak terpisah dari-Nya sebagai Logos (Firman Allah), sehingga Ia tetaplah “Allah Sejati”, namun sebagai yang telah “mengambil rupa manusia, sama, dan mendapat bagian dalam segala hal dengan keadaan manusia” . Ia berada dalam satu kodrat dengan manusia, sehingga Ia benar-benar “Manusia Sejati”. Maka jadilah Ia (Yesus Kristus) satu-satunya “Pengantara” antara “Kodrat Ilahi” (Allah = Bapa), dan “Kodrat Manusiawi” (Manusia),


Karena Allah itu Esa dan Esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus (1 Tim 2:5).



Di dalam “Firman Menjelma” , yaitu Yesus Kristus ini, telah terjadi panunggalan antara Allah dan manusia, Sorga dan bumi, Rohani dan jasmani, Ilahi dan manusiawi, yang Tak Tercipta dan yang tercipta, Baka dan fana, Tuhan dan hamba, “Gusti lan kawulo”.


Disini terlihat jelas ada kaitan Pribadi Kristus yang satu namun memiliki “Dua Kodrat”, yaitu Allah Sejati dan manusia sejati, dengan Keselamatan manusia. Dan dalam keadaan “Satu Pribadi” dalam “Dua Kodrat” atau “Dua Kodrat” dalam “Satu Pribadi” ini Ia menjalankan karya Keselamatan itu. Dan karya Keselamatan itu dijalankan sebagaimana yang akan kita bahas di bawah ini.


b Karya Kristus

Karena “tubuh jasmani” di mana maut, kelapukan dan kefanaan itu tinggal telah diambil dan dikenakan oleh “Firman Allah” (Logos) sebagai sumber dan asal-usul ciptaan, kehidupan, dan kekekalan (karena Yang Ilahi itu adalah Hidup dan Kekal), maka terhisaplah kefanaan, kelapukan, dan kematian yang tinggal dalam Tubuh Kemanusiaan yang telah dikenakan Sang Firman dalam Penjelmaan-Nya itu, ke dalam kehidupan dan kekekalan Ilahi, milik Allah itu sendiri, yang dibuktikan oleh Kebangkitan dari Tubuh kemanusiaan-Nya yang sama tadi dari antara orang mati. Salib adalah pintu gerbang bagi Sang Firman Menjelma untuk masuk ke dalam kerajaan maut, agar Kerajaan Maut itu dikalahkan.

Sang Firman Menjelma : Yesus Kristus ini disalibkan karena ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa, sebagaimana yang dikatakan Alkitab:

Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp 2:8)

Dan kehendak Bapa yang kepada-Nya Kristus taat sampai mati di kayu salib itu adalah kehendak-Nya untuk melepaskan manusia dari kuasa iblis, dosa, dan maut agar manusia memperoleh hidup kekal (mencapai Theosis) yang telah kita bicarakan.

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa (yaitu, tidak berada di bawah kuasa : Iblis, Dosa dan Maut), melainkan beroleh hidup yang kekal (yaitu, manunggal dengan kehidupan dan kemuliaan Allah sendiri, atau dengan kata lain “mencapai Theosis) – ( Yoh 3:16)

Karena Kasih Allah mengaruniakan Anak-Nya dengan turun ke dalam dunia, dan karena taat kepada kasih tadi, Anak Allah sampai mati di kayu salib.

Berdasarkan data Alkitab ini maka kematian Kristus tidak dimengerti dalam bahasa hukum sebagaimana banyak orang Kristen salah memahaminya.

Dalam bahasa hukum ini manusia yang telah bersalah dan berdosa harus dihukum, tidak bisa bebas begitu saja. Tetapi karena “upah dosa adalah maut” (Rom 6:23), maka tidak ada seorang manusiapun yang mampu menghindar dari maut, sebab tak seorang manusiapun yang mampu membersihkan dirinya sendiri dari dosa dengan kemampuan sendiri. Demi melaksanakan keadilan dari Allah Yang Mahaadil ini, maka manusia berdosa yang seharusnya dihukum itu, digantikan oleh Yesus Kristus.

Berdasarkan data-data Alkitab, Allah selalu dimengerti sebagai “Philanthropos” (Pengasih Manusia) dan kematian Kristus di atas salib adalah manifestasi dari “Philanthropia” (kasih Allah kepada manusia) melalui ketaatan/kepasrahan Kristus yang mutlak terhadap kehendak kasih Allah tadi.

Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia (Yoh 3:17)

Bearti di atas salib ini oleh ketaatan-Nya yang mutlak Kristus telah mengimpas ketidak-taatan Adam dalam kemanusiaan yang dikenakan. Dengan demikian kemanusiaan yang dikenakan Kristus itu sekarang sudah “dibenarkan” dihadapan Allah, karena tak ada lagi noda ketidak-taatan Adam sebagai inti-kodrat dari dosanya, dalam kemanusiaan yang dikenakan Kristus itu. Dengan demikian kemanusiaan itu telah mengalami “pembenaran” (Rom 4:25  yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita).
Demikianlah dosa dikalahkan di atas Salib. Dan sesudah masuk ke dalam alam maut melalui pintu Gerbang Salib itu, Kerajaan maut diporak-porandakan karena maut tak dapat menahan Tubuh Kristus yang mati dalam kuasa kelapukannya, maut dikalahkan melalui kebangkitan-Nya dari mati dan Iblis dilucuti karena Iblis yang berkuasa atas maut (Ibr 2:14  Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnakan dia, yaitu iblis, yang berkuasa atas maut) tak dapat mencegah Kristus untuk lepas dari cengkeraman maut melalui kebangkitan-Nya.
Akhirnya tubuh kemanusiaan Kristus itu mencapai kemenangan dari kematian dan mengalami kebangkitan serta menyatu dengan kekekalan Kodrat asli Firman, yaitu Kodrat Ilahi-Nya yang sejak penjelmaan-Nya hadir pula dalam tubuh.

Dengan demikian tubuh kemanusiaan Kristus itu telah lepas dari kuasa “dosa, iblis dan maut” (Mrk 10:45  Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang). Demikianlah kemanusiaan itu sekarang telah mengalami “penebusan”atau pelepasan. Maka Tubuh Kemuliaan Kristus yang telah bangkit dan dimuliakan dalam kehidupan dan kekekalan itu sekarang menjadi sumber hidup kekal manusia. Akibat kematian dan kebangkitan Kristus itu kemanusiaan sudah menyatu dengan hidup Ilahi, bearti manusia telah menerima “pendamaian” dengan Allah (Rom 5:10  Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian AnakNya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidupNya)

Itulah sebabnya agar manusia yang bertubuh itu dapat ambil bagian dalam hidup kekal yang menampakkan diri dalam tubuh kebangkitan Kristus tadi, sampai kini di surgapun Kristus masih memiliki “Tubuh Jasmani” yang telah dibangkitkan dan dimuliakan itu. Dan Tubuh Jasmani Kristus yang Mulia itu dengan kemuliaan Ilahi yang Maha Kudus, menjadikan kemanusiaan itu sekarang, dalam Tubuh Kamanusiaan Kristus yang mulia juga menerima “pengudusan”. Dan Tubuh Mulia yang sama ini pula yang menjadi landasan manusia yang menyatu dengan-Nya itu ikut pula dimuliakan. Hal ini dijelaskan dalam ayat Alkitab dibawah ini,

….kewargaan kita adalah di dalam surga, dan dari situ kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini sehingga serupa dengan TUBUH-NYA yang Mulia… (Flp 3:20~21)


Sampai kapanpun Yesus tetap “Logos” atau “Firman Allah” yang memiliki Kodrat Allah Sejati di dalam kesatuan Kodrat dengan Bapa, dan juga memiliki Kodrat Manusia Sejati karena Tubuh yang dikenakan dan dibangkitkan-Nya itu dibawa naik ke surga dan Tubuh itu sekarang berada di sana dalam keadaan mulia, serta menjadi landasan pemuliaan tubuh kita melalui kebangkitan tubuh kita diakhir zaman nanti.

Jadi, Diri Yesus itulah Keselamatan. Kristologi itulah Soteriologi, Soteriologi itulah Kristologi.

Jika Yesus itu hanya Ilahi saja, manunggal dengan Kristus bearti melebur dalam Keilahian, faham demikian ini adalah faham kafir “pantheisme” yang tak dapat diterima oleh iman Kristen yang benar dan Alkitabiah.

Sementara, jika Yesus itu hanya manusia saja, manunggal dengan-Nya tak akan membawa panunggalan kepada hidup yang kekal, sebab manusia biasa pada dirinya sendiri tak memiliki hidup kekal.

Dan, jika Yesus itu setengah Allah dan setengah manusia, kita tak mungkin dapat manunggal dengan yang setengah manusia karena kita adalah manusia yang utuh dan sejati, dan tak akan mendapatkan kemuliaan hidup Ilahi, sebab yang memiliki hidup Ilahi adalah Allah yang Sejati dan Sempurna.

Atau, jika Yesus sekarang tak memiliki Tubuh Manusia lagi, meskipun telah mulia, namun hanya berwujud roh saja, maka keselamatan itu akan hilang karena wujud keselamatan itu adalah dilenyapkannya maut oleh Tubuh yang telah dibangkitkan tadi, maka binasalah kita jika kita percaya Yesus tak memiliki Tubuh lagi dan hanya berwujud roh seperti itu.
Jika memang demikian, kemana hilangnya Tubuh yang telah dibangkitkan itu ? Apakah menguap menjadi gas ketika Ia harus melewati atmosfir pada saat kenaikan-Nya sebagaimana yang diajarkan orang-orang Saksi Yehuwah ?

Maka jelas bahwa Yesus Kristus itu sampai kapanpun tetap “Firman Yang Menjelma”, artinya “Allah Sempurna sebagai Firman”, namun “Insan Sempurna sebagai Yang Telah Menjelma”. Hanya dengan menjaga makna kebenaran dari Kristus yang “Satu Pribadi dengan Dua Kodrat” yang tak pernah berubah, tak berbaur, tak kacau balau, maupun tak terpisah-pisah yang demikian itu sajalah keselamatan itu mungkin bagi manusia. Inilah ajaran Gereja Universal (Katholik) yang Rasuliah dan Alkitabiah, yang telah dibela dan dirumuskan oleh Gereja Perdana dan tetap dipertahankan sampai sekarang.

Dengan demikian kemanusiaan yang dikenakan oleh Firman Allah dalam penjelmaan-Nya, yaitu Yesus Kristus, adalah merupakan kemanusiaan yang baru. Suatu kemanusiaan yang seharusnya dicapai oleh Adam seandainya Adam tidak jatuh di dalam dosa. Itulah kemanusiaan yang sekarang harus menjadi tujuan akhir kita dalam mencapai “Theosis”. Sekarang karena “Theosis” manusia itu sudah terjadi dalam Adam yang akhir dan baru, yaitu Yesus Kristus, maka hanya dengan menyatu dan manunggal dengan Yesus Kristus sajalah “Theosis” itu mungkin bagi kita.

Perbuatan baik dan amal manusia pada dirinya sendiri tanpa menyatu dengan Kristus ini tak akan membawa keselamatan. Tak ada perbuatan baik satupun yang dapat memuliakan manusia, sebab sumber pemuliaan itu adalah Tubuh Kebangkitan Kristus yang telah dimuliakan itu . Keselamatan tak akan didapat melalui perbuatan baik dan amal-jasa manusia sendiri.

Dengan demikian mulai dari Ireneus dan seluruh abad sejarah Kekristenan, para Bapa Gereja di Timur selalu menegaskan :

“Anak Allah menjadi manusia, agar manusia boleh menjadi anak-anak Allah”

“(Firman) Allah menjadi manusia, agar manusia boleh menjadi seperti Allah”

“Yang Roh menjadi Yang Daging, agar yang daging ini boleh ambil bagian di dalam sifat dan kodrat Yang Roh”

“Apa yang dimiliki Allah secara kodrat-Nya, itu diberikan kepada manusia melalui anugerah (rahmat, kasih-karunia)-Nya

Keselamatan itu bukan hanya sekedar status yang diberikan saja (misalnya, “Orang berdosa yang dibenarkan” sebagaimana pernah dihayati oleh Luther), namun kodrat kemanusiaan yang benar-benar secara realita, dan bukan hanya sekedar secara posisi dan status. Keselamatan itu bukan “sesuatu yang dituangkan” dari luar, namun penyembuhan yang dimulai dari dalam. Keselamatan itu bukan sekedar masuk surga lepas dari neraka, namun manunggal dalam hidup Ilahi itu sendiri, dan menyatu dalam kemuliaan kodrat-Nya di dalam Kristus (“ambil bagian dalam kodrat Ilahi” 2 Pet 1:4). Keselamatan adalah pelepasan dari kuasa Iblis, Dosa, Kelapukan Tubuh, Kefanaan Hidup, dan Kematian serta dimanunggalkan dengan Tubuh Kebangkitan Kristus dan dengan demikian manunggal dengan hidup Ilahi, menyatu dalam kemuliaan serta mencapai “Theosis”, sebagai akibat manusia diciptakan oleh Allah menurut Gambar dan RupaNya.

3 Keselamatan sebagai Pengalaman Subyektif Pribadi
dan Karya Roh Kudus


Keselamatan itu secara obyektif-historis telah terjadi dalam pribadi dan karya Penjelmaan Kristus terutama dalam penderitaan, penyaliban, kematian dan kebangkitan-Nya. Dalam pengertian ini kemanusiaan kita secara prinsip sudah diselamatkan. Tetapi karena peristiwa itu sudah terjadi pada masa lampau kira-kira 2000 tahun yang lalu, bagaimana penjelasannya bahwa keselamatan itu masih tetap berlaku bagi kita di abad ke 21 ini ? Dan bagaimana secara subyektif manusia di masa kini dapat mengalami keselamatan yang “sudah terjadi” itu ? Sebelum penderitaan-Nya, Kristus menjanjikan,

Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seoarang Penolong yang lain,
supaya Ia menyertaimu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran … (Yoh 14:16~17)

….Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus Bapa dalam Nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Ku-katakan kepadamu….(Yoh 14:26)

Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku …(Yoh 15:26)


Janji-janji Kristus ini menjelaskan kepada kita bahwa Roh Kudus, yaitu Roh Allah sendiri, yang pada saat Perjanjian Lama selalu bekerja pada orang-orang tertentu, dan selalu hadir untuk menopang kehidupan alam semesta ini, akan secara khusus dikirimkan oleh Allah “atas nama Yesus” untuk menjadi “Penolong yang lain” dan “Penghibur” yang tugasnya adalah “menyertai kamu (orang-orang milik Kristus) selama-lamanya”, “mengajarkan segala sesuatu dan mengingatkan akan semua yang telah Yesus katakan”, serta “bersaksi tentang Yesus”. Ini bearti tugas Roh Kudus adalah untuk menghadirkan Kristus sendiri kepada orang beriman.

Sebagaimana Yesus itulah “Paraklitos” (Penolong) maka Roh Kudus akan menjadi “Penolong yang lain”. Karena itu Roh Kudus tak akan berbicara mengenai ajaran-Nya sendiri, namun mengingatkan segala sesuatu yang Yesus historis itu pernah ajarkan. Roh Kudus tak akan menyaksikan diri-Nya sendiri, tetapi Yesus yang telah dimuliakan itu yang akan disaksikan, demikian dalam Roh Kudus itu, Yesus yang telah melaksanakan Karya-Nya secara historis hadir secara mistik melintas waktu dan tempat, sehingga tetap dapat secara relevan dialami oleh manusia sampai kapanpun.

Padahal dijelaskan pula bahwa “kehadiran khusus” Roh Allah “atas Nama Yesus” ini terkait dengan pemuliaan Yesus sesudah bangkit dari antara orang mati : “… sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan” (Yoh 7:39), dan sesudah Yesus dimuliakan baru Roh Allah yang dijanjikan untuk dikirim secara khusus oleh Allah kepada manusia pada Hari Pentakosta, bearti Pentakosta adalah penggenapan Paskah.
Karya Roh Kudus adalah kelanjutan dan Penggenapan Karya Keselamatan Yesus :

Yesus inilah yang dibangkitkan Allah … dan sesudah Ia ditinggikan (yaitu : sesudah bangkit dan dimuliakan Allah) oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus…. Kis 2:32~33 (yang keluar dari Allah/Sang Bapa… Yoh 15:26)

…. maka dicurahkan-Nya (Roh Kudus yang sama itu tadi oleh Yesus kepada manusia) apa yang kamu lihat dan dengar di sini (pada saat Hari Pentakosta di Yerusalem)…. Kis 2:32~33

Roh Allah yang keluar dari Allah (Bapa) itu sampainya kepada manusia harus melalui Yesus Kristus, sebagai yang mengutus dan mencurahkan-Nya, karena untuk menghadirkan Karya Keselamatan yang ada pada Tubuh Kemanusiaan Yesus yang telah dimuliakan itulah tujuan Roh Kudus dikirim. Demikianlah di dalam Roh Kudus kita menerima Karya Pemulihan Kodrat kita yang ada dalam Tubuh Kemanusiaan Yesus itu. Untuk mengalami Keselamatan di dalam Diri Manusia Yesus yang telah dimuliakan itu bearti harus mengalami di dalam Roh Kudus, dan mengalami Roh Kudus bearti mengalami Pemulihan Kodrat Kemanusiaan Yesus Kristus yang telah mengalami Pemuliaan (Theosis) itu.

Roh Kudus tidak mewahyukan yang lain kepada kita, namun menghadirkan Wahyu Yang Tuntas dan Paripurna, yaitu Firman yang Telah Menjadi Manusia, Yesus Kristus. Dengan menyalurkan kemanusiaan mulia dari Yesus yang telah bangkit itu, maka kehidupan kebangkitan, yaitu kehidupan yang telah menang atas kuasa maut, itulah “Hidup yang Kekal”, yang hadir dalam Tubuh Kemanusiaan Yesus, disalurkan oleh Roh Kudus kepada kita, yaitu Hidup Kebangkitan dan Pemuliaan (Theosis) di dalam iman.

Penyaluran “Hidup Kekal”, itulah “Energi Ilahi” yang bekerja di dalam kita. Dan Energi Ilahi yang dikerjakan oleh Roh Kudus di dalam kita itulah “Rahmat” atau “Kasih Karunia”.
Jadi kita diselamatkan oleh “Kasih Karunia” Allah yang bekerja di dalam kita. Dalam Iman Kristen yang benar, yang disebut “Kasih Karunia” yang menyelamatkan itu bukan hanya sekedar konsep abstrak mengenai sikap Allah yang membenarkan orang berdosa saja (seperti yang ditekankan dalam ajaran “Pembenaran oleh Iman” menurut Luther), namun “Kasih Karunia” juga bearti “Kuasa Allah” (“Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya”…Rom 1:16), yaitu “Energi Allah” yang bekerja untuk memampukan manusia berdosa berubah dari hidup yang dikuasai oleh dosa, serta membawa kepada kekudusan yang berakhir dalam “Theosis”.

Jadi pembenaran dan pengudusan dalam iman Kristen yang benar, bukan hanya sekedar suatu perubahan status dari keadaan dosa “dianggap” benar dalam pengertian hukum (yuridis) saja, tetapi lebih merupakan suatu proses pemulihan kodrat akibat menyatunya manusia dengan Kodrat riil dari Kemanusiaan Kristus yang telah dimuliakan itu karena kuasa “Energi Ilahi” yang dikerjakan oleh Roh Kudus.

Itulah sebabnya keselamatan itu sepenuh-penuhnya merupakan “Kasih Karunia” Allah, yaitu Energi Ilahi yang bekerja untuk mengubah manusia mencapai “Theosis”.
Kalau begitu, apakah “Kasih Karunia” Allah itu memaksa manusia ? Tidak, manusia dapat menolak atau rela untuk membuka diri menerimanya dalam Iman. Dalam visi Iman Kristen yang demikian ini maka ajaran “Irresistable Grace” (Kasih yang tak dapat ditolak) dalam faham Calvinisme itu tak dapat dibenarkan, karena itu mengesampingkan “Kasih Karunia” kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia sebagai yang diciptakan menurut Gambar dan Rupa Allah. Lagupula telah kita buktikan bahwa waktu manusia diciptakan dia belum mencapai keadaan “sempurna” meskipun amat baik, sehingga kejatuhan manusia dari dosa itu bukan menyebabkan “Kerusakan Total” (Total Depravity) seperti yang difahami oleh Calvinisme yang sama tadi, namun menyebabkan kerusakan dan kemelesetan kodrat (hamartia nenek-moyang) serta kekaburan Gambar Allah yang ada pada manusia saja.

Itulah sebabnya manusia oleh Kasih Karunia Allah yang diberikan dalam penciptaan, mampu untuk membuka dirinya bagi Iman kepada panggilan Allah. Jadi kehendak bebas manusia itu, bukan kemampuan alamiah manusia, dan bukan pula, separuh usaha manusia dan separuh oleh bantuan Kasih Karunia, namun sepenuh-penuhnya merupakan Kasih Karunia Allah, sebagai akibat penghembusan “Nafas Allah” pada manusia (Kej 2:7), yaitu “Energi Ilahi” / “Kuasa Hidup” yang diberikan.

Pada saat penciptaan, tidak ada, apa yang disebut kodrat “alami-murni” (pure nature) pada manusia, namun “Nafas Hidup”, atau “Energi Ilahi”, yaitu “Kasih Karunia” telah hadir sejak awal. Dan manusia ada, karena Kasih Karunia ini, meskipun sepenuh-penuhnya Kasih Karunia ini dipulihkan kembali sesudah kebangkitan Yesus oleh Roh Kudus.

Keterbukaan manusia dalam Iman untuk menerima “Kasih Karunia” Allah inilah yang disebut sebagai “Synergia” (bahasa Yunani : bekerja sama). Karena Iman itu merupakan “Synergia”, maka betullah bahwa Iman yang hidup itu harus dinyatakan dalam “perbuatan baik” sebagai bukti Iman tadi :


…..iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati (Yak 2:26)

…..kamu telah dipanggil untuk merdeka….jangan mempergunakan kemerdekaan itu….untuk kehidupan dalam dosa….melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih (Gal 5:13)

sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman ; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu….karena kita….diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan yang baik (Ef 2:8~10)

…..karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar….karena Allah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya (Flp 2:12~13)


Oleh karena itu dalam Iman Kristen yang benar, tidak ada dikotomi atau kontradiksi antara Iman dan Perbuatan, seperti yang membingungkan Luther sehingga dia menyebut Surat Yakobus sebagai “Surat Jerami” yang nyaris dibuangnya dari Kitab Suci karena penekanan akan perbuatan baik dalam Surat Yakobus itu.

Iman itu akibat Kasih Karunia Allah. Perbuatanpun karena “Allah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan” (Flp 2:12~13). Jadi Iman itu menyatakan diri dalam Perbuatan Baik dan Perbuatan Baik itu bersumber dari Iman, serta kedua-duanya berasal dari “Energi Ilahi”yang bekerja dalam manusia, yaitu “Kasih Karunia” yang bekerja oleh Roh Allah. Dalam melatih Iman untuk selalu menampakkan Buah Perbuatan Baik, itulah pengudusan dalam realita, bukan hanya dalam posisi atau status yang abstrak, tetapi pemulihan kodrat dalam pembersihan dari hawa-nafsu dan dari watak serta sikap lama, sehingga hidup suci menjadi kenyataan Semua proses ini akan terjadi secara terus menerus sebagai pembaharuan yang tak akan pernah berhenti, “dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbarui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya” (Kol 3:10).
Inilah proses pengudusan itu.

Di sinilah peranan asketikisme dan mati raga (puasa, kehidupan rahib dan kehidupan pertapaan Kristen bagi yang terpanggil, pengendalian hawa nafsu melalui usaha-usaha pengekangan tubuh dan lain-lain) mempunyai tempat dalam iman Kristen yang benar. Asketikisme dan mati raga itulah buah iman, dan pendalaman dari karya Kasih Karunia untuk mencapai kasih akan Allah yang lebih dalam sebagai bentuk sikap hidup pertobatan yang terus menerus. Jadi itu tak boleh dimengerti sebagai suatu usaha mencari pembenaran melalui perbuatan yang berasal dari kekuatan sendiri. Segala sesuatu adalah Kasih Karunia yang bekerja. Tak ada perbuatan baik atau amal-jasa macam apapun pada dirinya sendiri yang dapat menyelamatkan manusia. Sebab keselamatan itu bukan hanya sekedar masuk surga serta lepas dari neraka sebagai akibat banyak-sedikitnya “pahala” dari perbuatan baik. Namun keselamatan itu adalah dilepaskan dari kuasa Iblis, dosa, kelapukan, kefanaan dan maut. Inilah yang disebut “pembenaran”, serta dipulihkan dalam kekekalan hidup, kemuliaan dan terutama ambil bagian dalam kodrat Ilahi, yang disebut “Pengudusan atau Theosis”.

Semua karya pelepasan Kristus bagi manusia dari kuasa Iblis, dosa dan maut inilah yang disebut sebagai “penebusan”. Dari keberadaan “kemelesetan kodrat (hamartia)” oleh Adam lalu menyatu dalam kemanusiaan yang telah dipulihkan di dalam Kristus itulah yang disebut “kelahiran kembali”. Ini semua hanya mungkin terjadi melalui penyatuan atau panunggalan kita dengan Tubuh Kemuliaan Yesus yang oleh kebangkitan-Nya telah menghancurkan maut, kelapukan, kefanaan, dosa dan Iblis, serta sekaligus menyatakan kehidupan kekal, kemuliaan dan kodrat Ilahi sendiri (Rom 6:4~5  Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. [5] Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya).

Mencapai titik pemanunggalan dalam kodrat Ilahi (Theosis) itulah yang disebut sebagai “Pemuliaan” (Rom 8:30  Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya).
Pemuliaan tidak dapat terjadi di luar pemanunggalan dengan kodrat Ilahi Yesus Kristus. Jadi jelaslah tidak ada keselamatan di luar Kristus.
Adalah suatu salah faham besar menyangka praktek asketikisme dalam Iman Kristen yang benar sebagai menukar Kasih Karunia Allah dengan usaha kebaikan sendiri di hadapan Allah untuk mendapatkan kebenaran. Asketikisme adalah suatu bukti tindakan refleksi pendalaman iman yang dikuatkan oleh Kasih Karunia Allah di dalam Kristus. Inilah pendalaman dan penyelamatan ke dalam Kasih Karunia tadi secara serius dan konsekwen.


C a t a t a n 5

Dasar Alkitabiah dari asketikisme yang resmi adalah berdasarkan Surat Ibrani 11:38  Dunia ini tidak layak bagi mereka. Mereka mengembara di padang gurun dan di pegunungan , dalam gua-gua dan celah-celah gunung. Hal ini untuk mencegah pemahaman keliru beberapa orang, yang mengatakan kehidupan merahib/berselibat itu tidak alkitabiah atau pemahaman yang memisahkan secara tegas iman dan perbuatan. Dalam Surat Ibrani 11, secara garis besar berbicara tentang iman, tetapi pada bagian akhir dikatakan ada sementara orang di dunia ini, di samping beriman, ikut pula hidup menyangkal diri, dengan menolak dunia. Dengan menarik diri dari “hiruk pikuk” dunia hipokrit dan sekuler, mereka melaksanakan hidup disiplin rohani dan pelatihan spiritual, seperti berpuasa 6 hari seminggu, melantunkan doa dan mazmur tak kunjung lelah dan bahkan menekan hawa nafsu fisik untuk taat pada kehendak roh. Untuk apa semua itu ? Agar mereka tidak mudah jatuh dalam pencobaan maupun dosa, dan berharap mendapatkan kebangkitan yang lebih sempurna.


Flp 2:12  …… kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar…….

Luk 22:40  ….”Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan”.

Mat 24:13  Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.

Mat 4:4  “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah”

1 Kor 6:12  “…aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun”.


Mereka ini dikenal dengan istilah eremies atau kaum Hermit. Menurut tradisi Yohanes Pembaptis adalah seorang Hermit. Jadi terbukti asketikisme adalah ajaran yang rasuliah. Asketikisme adalah menolak diperhamba oleh kenikmatan dan kekayaan duniawi, tetapi melepaskan, memerdekakan manusia dari belengu hawa nafsu dan ketergantungan pada materi (uang dan makanan).


Jadi yang disebut sebagai pemilihan, pembenaran, pengudusan, penebusan, kelahiran baru, pemuliaan (Theosis), dan lain-lain itu, dalam perspektif Iman Kristen yang benar, tidak dimengerti sebagai karya Allah yang terpisah-pisah dan berbeda-beda, namun hanya sebagai aspek-aspek yang kaya dari Karya Keselamatan Allah yang tunggal dan berkesinambungan di dalam Kematian dan Kebangkitan Kristus yang disalurkan oleh Roh Kudus.

No comments:

Post a Comment