Tuesday, October 6, 2009

Dari Kata Allah Hingga Lam Yalid Wa Lam Yulad

Dari Kata Allah Hingga Lam Yalid Wa Lam Yulad PDF Print E-mail
Monday, 27 August 2007
ImageBeberapa hari lalu (th.2004), seorang teman dari komunitas jurnalis Kristen meminta saya untuk turut dalam perdebatan soal nama Allah. Terus terang, saya malas. Mengapa? Karena saya sangat mengenal "kaum penentang Allah" itu, pola pikir mereka "hitam putih", main kutip ayat-ayat Alkitab secara harfiah terlepas dari konteks (mirip dengan "metode ayat bukti" a la bidat Saksi-saksi Yehuwa), dan kekurangan paling serius mereka, tidak menguasai filologi bahasa-bahasa semitis, khususnya keserumpunan bahasa Ibrani, Aram dan Arab.

Karena itu, saya anggap enteng saja gerakan mereka itu. Tetapi setelah melihat sepak terjang mereka semakin ngawur, hantam kromo, dan lebih penting lagi agaknya mereka didukung oleh dana yang cukup besar, saya harus belajar telaten menulis untuk menjelaskan kaum awam dalam bahasa Arab itu. Tulisan singkat ini, kiranya dapat membatu umat Kristiani di Indonesia yang "sedang diombang-ambingkan oleh penga-jaran mereka"
.
Asal-usul Allah: Tinjauan dari Bahasa Arab

Kalau dr. Suradi mula-mula, -- sebagaimana banyak artikel-artikel polemik Kristen terbitan Amerika, -- menyangkal sama sekali bahwa istilah Allah cognate dengan El, Eloah, Elohim (Ibrani) dan Elah, Alaha (Aram/Suryani), kini para penerusnya mencoba memisahkan antara kata-kata ilah (sembahan), alihat, (sembahan-sembahan) dan al-Ilah (sembahan itu, sembahan yang benar) yang se-rumpun dengan istilah el, eloah, elohim dengan Allah yang dianggapnya "nama dari dewa Arab yang mengairi bumi". Allah, yang dianggapnya sebagai nama "dewa air", dirujuknya dari artikel Wahyuni Nafis, dalam bunga rampai The Passing Over: Melintas Batas Agama, menjadi dasar penolakannya terhadap penggunaan kata Allah dalam Alkitab Kristen di Indonesia.

Untuk meneguhkan pembedaan antara ilah, alih-ah, dan al-Ilah dengan Allah, Teguh Hendarto lalu menyangkal bahwa istilah Allah berasal dari al-Ilah (Bahana, Maret 2001). Menurut argumentasinya yang sangat awam mengenai bahasa Arab, ia menulis kalau al-Ilah dapat disingkat menjadi Allah, mengapa Alkitab tidak menjadi Altab? Untuk itu saya harus menjelaskannya secara sabar, karena mungkin ia tidak bisa membaca sepotongpun huruf Arab, meski gayanya yang kelewat percaya diri seolah-olah mau menggurui saya.

Begini, pada prinsipnya sebuah kata dalam bahasa-bahasa semitik dibentuk dari akar kata (al-jidr) yang biasanya terdiri dari 3 konsonan. Akar kata itu bisa dipecah-pecah menjadi kata benda, kata sifat, kata kerja dan kata benda baru. Misalnya, kitab dari kata k-t-b. Dari akar kata ini, lalu dibentuklah menjadi banyak kata: kata benda, kata kerja, dan sebagainya. Dari akar kata k-t-b kita dapat menemukan kata-kata sebagai berikut: kitaab (buku), kaatib (penulis), maktabah (perpustakaan), maktub (tertulis, termaktub), uktub (tulislah!), dan seterusnya.

Sedangkan kata Ilah, al-Ilah terbentuk dari 3 akar kata hamzah, lam, haa (‘-l-h). Dari akar kata ini, kita mengenal isltilah ilah, alihah, dan al-Ilah (atau bentuk singkatnya: Allah). Sebagai sesama bahasa rumpun semitis, bahasa Ibrani dan bahasa Aram mempunyai ciri yang sama. Saya juga pernah menulis, bahwa kata Ibrani Elah, Eloah berasal dari kata el (kuat) dan alah (sumpah). Al- dalam kata Allah berbeda dengan El (kuat) dalam bahasa Ibrani. Kata Ibrani El, sejajar dengan bahasa Arab Ilah, sedangkan kata sandang Al- yang mendahului Ilah sejajar dengan bahasa Ibrani ha-elohim (Raja-raja 18:39). Tetapi kasus penyingkatan al-Ilah menjadi Allah hanya terjadi dalam bahasa Arab, tidak terjadi dalam bahasa Ibrani atau Aram.

Selanjutnya, memisahkan sebutan Allah dari Ilah, al-Ilah juga tidak bisa dipertahankan. Sebab ahli bahasa Arab, baik dari kalangan Islam maupun Kristen, juga banyak yang menganggap bahwa sebutan Allah itu musytaq atau dapat dilacak asal-usulnya dari kata lain. Jadi, tidak benar anggapan kaum penentang Allah itu yang mengatakan bahwa Allah tidak bisa diterjemahkan dalam bahasa-bahasa lain. Memang, ada penerjemah al-Qur’an yang berpandangan demikian, misalnya terjemahan Abdallah Yusuf Ali, The Meaning of The Holy Quran.

Jadi, tidak semua umat Islam berpandangan bahwa istilah Allah itu ghayr al-musytaq (tidak berasal dari kata lain, karena dianggap "the proper name"). Sama seperti "kaum penentang Allah" yang menganggap Yahweh tidak bisa diterjemahkan, begitu juga di kalangan Islam ada yang berpandangan seperti itu. Pdt. Jacob Sulistiono mengutip majalah Islam Sabili, yang memuat tulisan seorang Muslim yang menganggap bahwa Allah itu tidak bisa diterjemahkan, tetapi itu tidak mewakili pendapat seluruh umat Islam di dunia. Bahkan di kalangan Islam sendiri, Sabili sering dianggap mewakili kelompok Islam garis keras, setali tiga uang dengan "kaum penentang Allah", minimal dalam pandangan teologisnya yang sama-sama "hitam putih" itu.

Salah satu diantara terjemahan al-Qur’an dalam bahasa Inggris yang menerje-mahkan istilah Allah, misalnya silahkan membaca: The Massage of the Qur’an, oleh Muhammad Asad. Dalam terjemahan yang cukup otoritatif di dunia Islam Barat ini, ungkapan: Bismillahi Rahmani Rahim diterjemahkan: "In the Name of God, The Most Grocious, The Dispenser of Grace".

Memang, Sabili dalam salah satu terbitannya pernah menguraikan bahwa secara etimologis, kata Allah yang terdiri dari huruf alif, lam, lam dan ha' dengan tasydid sebagai tanda idgham lam pertama pada lam kedua) adalah ghairu musytaq (tidak ada asal katanya dan bukan pecahan dari kata lain). Karena itu, kata ini tidak bisa diubah menjadi bentuk tatsniyah (ganda) dan jama' (plural). Demikian pula kata ini tidak dapat dijadikan sebagai mudhaf. Jacob Sulistiono mengutip ini, saya yakin ia sendiri tidak mengerti apa itu bentuk mutsanah, jama’ atau mudhaf dalam bahasa Arab.

Harus saya jelaskan sekali lagi, padangan Sabili sama sekali tidak bisa dianggap representatif mewakili Islam. Banyak ulama Islam terkemuka yang berpandangan sebaliknya. Contohnya, kita bisa membaca kitab yang sangat terkenal di dunia Arab, al-Mu’jam al-Mufahras, yang menempatkan kata Allah tersebut di bawah heading (judul): hamzah, lam, haa ( ‘-l-h). Mengapa? Karena Al- pada Allah adalah hamzah wasl, sehingga Al- bisa hilang dalam kata: wallahi, bi-lahi, lil-lahi, dan sebagainya. Misalnya, pada kalimat Alhamdu lil-lah (segala puji bagi Allah), lil-lahi ta’ala (karena Allah Yang Maha Tinggi), kata sandang Al- di depan Allah juga dihilangkan.

Sedangkan kata Allah tidak bisa dijumpai dalam bentuk ganda dan jamak, secara historis dibuktikan karena kata sandang al- yang mendahului kata ilah, muncul untuk menegaskan: ilah itu, yang sudah mengandung makna pengkhususan. Maksudnya, bisa berarti Dia adalah ilah yang paling besar, sedangkan ilah-ilah lain berada di bawahnya, seperti dianut kaum Mekkah pra-Islam, seiring dengan pergeseran dari paham politeisme menuju henoteisme. Sebaliknya, bisa juga berarti "ilah satu-satunya, yang tidak ada ilah selain-Nya". Makna kedua ini, antara lain diberikan oleh orang-orang Yahudi, Kristen, kaum Hanif pra-Islam di wilayah Arab untuk menegaskan Keesaan-Nya. Tradisi monoteisme inilah yang kemudian dilanjutkan oleh Islam.

Selanjutnya, kata Allah memang tidak dapat dijadikan mudhaf, tetapi itu tidak berarti bahwa Allah itu nama diri. Sebab bukan hanya "nama diri" yang tidak bisa dijadikan mudhaf, tetapi setiap bentuk ma’rifah juga tidak bisa dijadikan mudhaf. Misalnya, kita berkata: Baitu al-Kabiiri (Rumah yang besar itu). Kata baitu dalam kalimat ini adalah "mudhaf", sedangkan al-kabiiri adalah "mudhaf ilaih". Tetapi kalau kita tambahkan al- sebelum bait, misalnya: al-baitu kabiirun (Rumah itu besar). Jadi, maknanya berbeda. Mengapa? Karena al-bait disini menjadi mubtada’ (subyek), bukan mudhaf lagi, sedangkan kabiirun adalah khabar (predikat).

Metode "debat Kusir" dan "Logika Jungkir Balik" Penentang Allah

Saya sangat paham apabila LAI selama ini tidak pernah menggubris tuntutan kelompok sempalan ini, yang menuntut agar dalam Alkitab bahasa Indonesia dihilangkan kata Allah. Mengapa? Anda baru mengetahui alasannya, kalau anda mengikuti metode "debat kusir" dan "logika jungkir balik" mereka. Saya sekedar mengulang beberapa contoh:

Mula-mula mereka menuduh Allah itu "dewa air" berdasarkan beberapa rujukan yang mereka anggap mendukung, bahwa Allah pernah disembah bersama dewa-dewa kafir Mekkah pra-Islam. Tuduhan ini lalu saya tanggapi, Pertama: berdasarkan inkripsi-inskripsi Arab Kristen pra-Islam, yaitu Zabad (521 M) dan Umm al-Jimmal (perte-ngahan abad ke-6 M) bahwa Allah sudah dimaknai secara monoteistik Kristen, lengkap dengan foto-foto inskripsi, bacaannya, ulasan para ahli filologi, dan perkembangannya di gereja-gereja Arab setelah Islam hingga zaman kita sekarang; dan kedua: berdasarkan inskripsi Kirbeth el-Qom dan Kunlitet Ajrud, yang ditemukan di wilayah Hebron, Yahweh pun juga pernah disembah bersama dewi kesuburan, Asyera.

Tanggapan saya ditanggapi balik. Pertama, bukti-bukti pemakaian Allah menurut inskripsi pra-Kristen itu, menurutnya tidak membuktikan keabsahan kata Allah, melainkan karena orang Arab Kristen tidak tahu asal-usulnya. Jadi, Hendarto sudah mempunyai praduga dulu, bahwa Allah itu "dewa air", "dewa bulan", "dewa matahari", atau dewa apapun Allah itu, ia tidak perduli, yang penting kata itu harus ditolak. Ia tidak menyelidiki dulu, bahkan buku Roberts Morrey, yang lebih merupakan karya polemik yang sangat provokatif anti-Islam itu, disebutnya sebagai "bukti archeologis?".

Padahal, dalam buku ini tidak ada pembahasan arkheologis sama sekali, kecuali berbagai sumber bacaan yang dirangkai-rangkai tanpa penelitian mendalam. Juga buku Steppen van Natan, Allah: Divine or Demonic, yang lebih menyerupai traktat tersebut, bagaimana "buku sampah" begini bisa disejajarkan dengan hasil penelitian Prof. Littmann, misalnya, yang meneliti inkripsi-inskripsi Arab pra-Islam itu sangat menda-lam, bahkan banyak ahli-ahli lain yang reputasinya tidak diragukan, yang telah menyerahkan hampir seluruh hidup mereka untuk penelitian ilmiah.

Jadi, mereka menolak kata Allah berdasarkan buku-buku para penginjil yang berangkat dari asumsi teologis "hitam-putih" dan sama sekali tidak mempunyai keahlian di bidang sejarah dan arkheologi. Tetapi ketika saya counter dengan bukti-bukti sejarah, dikatakannya "bahwa itu hanya statement manusia, yaitu orang Islam dan Kristen Arab, yang tidak korelasinya dengan Firman Tuhan dalam Alkitab". Komentar ini, mungkin disebabkan karena saya tidak banyak "main kutip ayat-ayat" seperti mereka. Maksud-nya, banyak ayat Alkitab mereka ajukan untuk mendukung anggapan mereka bahwa nama Yahwe tidak boleh diterjemahkan, sedangkan mereka mamahami nama ilahi itu sama seperti nama-nama makhluk-Nya. Untuk menunjukkan kedangkalan pemikiran mereka, silahkan baca artikel saya: "Nama Yahweh: Harus Dipertahankan atau Boleh Diterjemahkan?".
Kedua, kalau saya buktikan bahwa Yahwe juga pernah disembah bersama dengan dewi Asyera, dengan enteng ia mengatakan bahwa itu hasil sinkretisme di Israel pada zaman dahulu, tanpa secara fair juga menerapkan penilaian yang sama untuk kata Allah, bahwa istilah Arab ini juga diartikan secara salah oleh orang-orang Arab pra-Islam. Padahal bahasa itu netral, tergantung apa makna yang kita berikan. Inilah yang saya namakan motode "debat kusir" alias debat tukang dokar, dengan "logika jungkir balik" mereka itu.

Yang lebih menggelikan lagi, Teguh Hendarto mengkoreksi terjemahan Alkitab al-Muqaddas (Today’s Arabic Version), terbitan Dar al-Kitab al-Muqaddas fi al-Syarq al-Ausath, Beirut, yang saya kutip dalam makalah saya. Ungkapan Laa Ilaha illa Allah (Tidak ada Ilah kecuali Allah) yang tercatat dalam 1 Korintus 8:4, dengan gayanya yang menggurui, katanya terjemahan yang benar: Laa Ilaha al-Wahid. Ini bahasa Arab apa? Tidak ada artinya sama sekali, dan terang saja akan ditertawakan santri desa yang baru belajar Juzz Amma. Tetapi, ya itulah kualitas rata-rata kaum Penentang Allah itu. Semua ini saya ungkap di sini, karena gerakan mereka semakin gencar dan ngawur, seperti yang akan kita lihat di bawah ini.
Teguran Keras Mubaliq se-Indonesia: Provokasi Opo maneh iki, Rek?
Sama ngototnya dengan Hendarto, kita juga dikacau oleh Pdt. Jacob Sulistyono, seorang penganut "sekte Yahweh" , yang lebih Yahudi ketimbang Yahudi sendiri, dalam perdebatannya di www.salib.net Banyak orang menduga, bahwa ia sendiri berada di belakang kasus "Surat Teguran Keras Mubaligh se-Indonesia", yang tidak jelas jun-trungannya itu. Menurutnya, Allah dalam Islam dan Yahwe dalam Kristen itu mutlak berbeda. "Umat Islam tidak suka orang Kristen menyebut Allah", tulisnya, "karena ada istilah Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus, sedangkan Islam percaya bahwa Allah itu tdk bisa disamakan dengan apapun". Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an yang menyebutkan sebagai berikut:
Qul huwa llaahu ahad. Allahush shamad. Lam Yalid wa lam yulad. Wa Lam Yakun lahu kufuwwan ahad. Artinya: "Katakanlah Dialah Allah Yang Esa. Allah, Dia adalah tempat bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya (Q.s. al-Ikhlas 112/ 1 – 4).

Artinya: "Katakanlah Dialah Allah Yang Esa. Allah, Dia adalah tempat bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya (Q.s. al-Ikhlas 112/ 1 – 4).
Laqad kafar alladzina qaluu Innallaha huwa al-Masih ibn Maryam. Artinya: "Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih Putra Maryam" (Q.s. Al-Maaidah/5:17).
Artinya: "Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih Putra Maryam" (Q.s. Al-Maaidah/5:17).

Dengan keterangan di atas, ia seolah-olah malah membenarkan bahwa Tuhan orang Kristen itu beranak dan diperanakkan. Padahal mestinya, sebagai orang yang mengaku pengikut Kristus, justru seharusnya ia menjelaskan kepada umat Islam bahwa istilah Putra Allah itu bukan dalam makna "beranak dan diperanakkan", bukan malah membenarkannya, sekedar demi mendukung penolakannya atas istilah Allah. Q.s. al-Ikhlas ditujukan untuk menolak keyakinan pra-Islam di Mekkah, bahwa Allah mempu-nyai anak-anak perempuan, yaitu al-Latta, Uzza dan Manah.

Sedangkan Q.s. al-Maidah 17 lebih diarahkan kepada keyakinan semacam mujja-simah (antropomorfisme) bidat Kristen di Mekkah, yang menganggap bahwa Allah sama dengan tubuh kemanusiaan Yesus itu sendiri. Sudah barang tentu, keyakinan ganjil seperti ini juga tidak pernah dianut oleh orang Kristen manapun, baik itu gereja Katolik, gereja-gereja ortodoks dan reformasi Protestan sekarang ini.

Para ahli lain juga menghubungkan keyakinan yang diserang al-Qur’an itu dengan sekte bidat Kristen Maryamin (penyembah Maryam), yang memuja Maryam dan mengarak patungnya di sekeliling ka’bah serta mempersembahkan kepadanya collyrida (roti persembahan), sehingga disebut juga sekte Collyridianisme. Karena itu, tepatnya yang ditolak al-Qur’an adalah keyakinan pseudo-trinity yang terdiri: Allah, ‘Isa al-Masih dan Maryam (Q.s. an-Nisa’/4:171; al-Maidah/5: 73, 116), dan sema sekali tidak cocok diterapkan untuk keyakinan Kristen sebenarnya.

Sebelum saya tutup artikel ini dengan penjelasan singkat makna Putra Allah dalam Iman Kristen, perlu saya tanyakan mengenai tuntutan Mubaligh se-Indonesia? Lembaga ini kalau memang ada, mewakili siapa sehingga berani meng-claim dirinya seolah-olah seluruh umat Islam Indonesia? Ini sangat berbahaya bagi kerukanan umat beragama, apalagi kalau lembaga fiktif ini sengaja dibuat kelompok Kristen tertentu untuk meloloskan pandangan-pandangannya yang tidak ilmiah itu.
Makna term Putra Allah: Belajar
Dari "bahasa teologis" Kristen Arab
Kalau begitu, apakah makna sebenarnya istilah Putra Allah dalam Iman Kristen? Harus ditegaskan, bahwa tidak ada umat Kristen yang pernah mempunyai sebersit pemikiran pun bahwa Allah secara fisik mempunyai anak, seperti keyakinan primitif orang-orang Mekkah pra-Islam tersebut. Saya ingin menjelaskan metafora ini berda-sarkan teks-teks sumber Kristen Arab, supaya terbangun kesalingpahaman teologis Kristen-Islam di Indonesia. Sebab selama ini ada jarak yang cukup lebar secara kultural antara "bahasa teologis" Kristen Barat, yang memang tidak pernah bersentuhan dengan Islam, sehingga kesalahpahaman semakin berlarut-larut.

Istilah Putra Allah yang diterapkan bagi Yesus dalam Iman Kristen untuk mene-kankan praeksistensi-Nya sebagai Firman Allah yang kekal, seperti disebutkan dalam Injil Yohanes 1:1-3. Ungkapan "Pada mulanya adalah Firman", untuk menekankan bahwa Firman Allah itu tidak berpermulaan, sama abadi dengan Allah karena Firman itu adalah Firman Allah sendiri.

Selanjutnya, "Firman itu bersama-sama Allah", menekankan bahwa Firman itu berbeda dengan Allah. Allah adalah Esensi Ilahi (Arab: al-dzat, the essence), yang dikiaskan Sang Bapa, dan Firman menunjuk kepada "Pikiran Allah dan Sabda-Nya. Akal Ilahi sekaligus Sabda-Nya" (‘aqlullah al-naatiqi, au natiqullah al-‘aaqli, faahiya ta’na al-‘aqlu wa al-naatiqu ma’an), demikianlah term-term teologis yang sering dijumpai dalam teks-teks Kristen Arab. Sedangkan penegasan "Firman itu adalah Allah", mene-kankan bahwa Firman itu, sekalipun dibedakan dari Allah, tetapi tidak berdiri di luar Dzat Allah. Mengapa? "Tentu saja", tulis Baba Shenuda III dalam bukunya Lahut al-Masih (Keilahian Kristus), "Pikiran Allah tidak akan dapat dipisahkan dari Allah ( ‘an ‘aqlu llahi laa yunfashilu ‘an Allah)". Dengan penegasan bahwa Firman itu adalah Allah sendiri, makan keesaan Allah (tauhid) dipertahankan.
Ungkapan "Firman itu bersama-sama dengan Allah", tetapi sekaligus "Firman itu adalah Allah", bisa dibandingkan dengan kerumitan pergulatan pemikiran Ilmu Kalam dalam Islam, yang merumuskan hubungan antara Allah dan sifat-sifatnya: Ash Shifat laysat al-dzat wa laa hiya ghayruha (Sifat Allah tidak sama, tetapi juga tidak berbeda dengan Dzat Allah). Jadi, kata shifat dalam Ilmu Kalam Islam tidak hanya bermakna sifat dalam bahasa sehari-hari, melainkan mendekati makna hypostasis dalam bahasa teologis Kristen.

Dalam sumber-sumber Kristen Arab sebelum munculkan ilmu Kalam al-Asy’ari, hyposistasis sering diterjemahkan baik shifat maupun uqnum , "pribadi" (jamak: aqanim), asal saja dimaknai secara metafisik seperti maksud bapa-bapa gereja, bukan dalam makna psikologis. Sedangkan ousia diterjemahkan dzat, dan kadang-kadang jauhar. Istilah dzat dan shifat tersebut akhirnya dipentaskan kembali oleh kaum Suni dalam menghadapi kaum Mu’tazili yang menyangkal keabadian Kalam Allah (Al-Qur’an), sebagaimana gereja menghadapi bidat Arius yang menyangkal keabadian Yesus sebagai Firman Allah.

Kembali ke makna Putra Allah. Melalui Putra-Nya atau Firman-Nya itu Allah menciptakan segala sesuatu. "Segala seuatu diciptakan oleh Dia, dan tanpa Dia tidak sesuatupun yang jadi dari segala yang dijadikan" (Yohanes 1:3). Jelaslah bahwa mem-pertahankan keilahian Yesus dalam Iman Kristen, tidak berarti mempertuhankan kemanusiaan-Nya, apalagi dengan rumusan yang jelas-jelas keliru: "Sesungguhnya Allah adalah al-Masih Putra Maryam" (innallaha huwa al-masih ibn maryam).

Dalam rumusan ini, yang ditentang al-Qur’an adalah menyamakan kemanusiaan Yesus dengan Allah. Padahal yang kita dimaksudkan ketika mempertahankan keilahian Yesus, menunjuk kepada Firman yang kekal bersama-sama Allah, yang melalui-Nya alam semesta dan segala isinya ini telah diciptakan.

Dan karena sejak kekal Kristus adalah Akal Allah dan Sabda-Nya, maka jelaslah Firman itu adalah Allah. Karena Akal Allah berdiam dalam Allah sejak kekal (wa madaama al-Masih huwa ‘aql allah al-naatiqi, idzan faahuwa llah, lianna ‘aql allah ka’inu fii llahi mundzu azali). Dan karena itu pula, Firman itu bukan ciptaan (ghayr al-makhluq), karena setiap ciptaan pernah tidak ada sebelum diciptakan).

Secara logis, mustahillah kita membayangkan pernah ada waktu dimana Allah ada tanpa Firman-Nya, kemudian Allah menciptakan Firman itu untuk Diri-Nya sendiri. Bagaimana mungkin Allah ada tanpa Pikiran atau Firman-Nya? Kini kita memahami secara jelas ajaran Tritunggal Yang Mahaesa, bahwa Allah, Firman dan Roh-Nya adalah kekal, sedangkan Firman dan Roh Allah selalu berdiam dalam keesaan Dzat-Nya, berada sejak kekal dalam Allah).

Secara logis, mustahillah kita membayangkan pernah ada waktu dimana Allah ada tanpa Firman-Nya, kemudian Allah menciptakan Firman itu untuk Diri-Nya sendiri. Bagaimana mungkin Allah ada tanpa Pikiran atau Firman-Nya? Kini kita memahami secara jelas ajaran Tritunggal Yang Mahaesa, bahwa Allah, Firman dan Roh-Nya adalah kekal, sedangkan Firman dan Roh Allah selalu berdiam dalam keesaan Dzat-Nya, berada sejak kekal dalam Allah).
Selanjutnya, istilah Putra Allah berarti "Allah mewahyukan Diri-Nya sendiri melalui Firman-Nya". Allah itu transenden, tidak tampak, tidak terikat ruang dan waktu. "Tidak seorangpun melihat Allah", tulis Rasul Yohanes dalam Yohanes 1:18, "tetapi Anak Tunggal Allah yang ada di pangkuan Bapa Dialah yang menyatakan-Nya". Inilah makna tajjasad (inkarnasi). "Dengan inkarnasi Firman-Nya", tulis Baba Shenouda III, "kita melihat Allah. Tidak seorangpun melihat Allah dalam wujud ilahi-Nya yang kekal, tetapi dengan nuzulnya Firman Allah, kita melihat pewahyuan diri-Nya dalam daging" (Allahu lam yarahu ahadun qathu fi lahutihi, wa lakinahu lamma tajjasad, lamma thahara bi al-jasad).

Melalui Firman-Nya Allah dikenal, ibarat seseorang mengenal diri kita setelah kita menyatakan diri dengan kata-kata kita sendiri. Jadi, sebagaimana kata-kata se-seorang yang keluar dari pikiran seseorang mengungkapkan identitas diri, begitu Allah menyatakan Diri-Nya melalui Firman-Nya. Inilah maka ungkapan dalam Qanun al-Iman (Syahadat Nikea/Konstantinopel tahun 325/381), yang mengatakan bahwa Putra Allah yang Tunggal telah "lahir dari Sang Bapa sebelum segala zaman" (Arab: al-maulud min al-Abi qabla kulli duhur). Adakah di dunia ini seseorang yang dilahirkan dari Bapa? Jawabnya, tentu saja tidak ada! Setiap orang lahir dari ibu. Karena itu, Yesus disebut Putra Allah jelas bukan kelahiran fisik, tetapi kelahiran ilahi-Nya sebagai Firman yang kekal sebelum segala zaman.

Tetapi bukankah secara manusia Yesus dilahirkan oleh Bunda Maria? Betul, itulah makna kelahiran-Nya yang kedua dalam daging. Mengenai misteri ini, Bapa-bapa gereja merumuskan2 makna kelahiran (wiladah) Kristus itu, seperti dirumuskan dalam ungkapan yang indah:

As-Sayid al-Masih lahu miladain: Miladi azali min Ab bi ghayr umm qabla kulli ad-duhur, wa miladi akhara fi mal’i al-zamaan min umm bi ghayr ab. Artinya: "Junjungan kita al-Masih mempunyai dua kelahiran: Kelahiran kekal- Nya dari Bapa tanpa seorang ibu, dan kelahiran-Nya dalam keterbatasan zaman dari ibu tanpa seorang bapa insani’.

Artinya: "Junjungan kita al-Masih mempunyai dua kelahiran: Kelahiran kekal- Nya dari Bapa tanpa seorang ibu, dan kelahiran-Nya dalam keterbatasan zaman dari ibu tanpa seorang bapa insani’.
"Lahir dari Bapa tanpa seorang ibu", menunjuk kepada kelahiran kekal Firman Allah dari Wujud Allah. Tanpa seorang ibu, untuk menekankan bahwa kelahiran itu tidak terjadi dalam ruang dan waktu yang terbatas, bukan kelahiran jasadi (bi ghayr jasadin) melalui seorang ibu, karena memang "Allah tidak beranak dan tidak diper-anakkan". Jadi, dalam hal ini Iman Kristen bisa sepenuhnya menerima dalil al-Qur’an: Lam Yalid wa Lam Yulad, karena memang tidak bertabrakan dengan makna teologis gelar Yesus sebagai Putra Allah.

Sebaliknya, "Lahir dari ibu tanpa bapa", menekankan bahwa secara manusia Yesus dilahirkan dalam ruang dan waktu yang terbatas. Meskipun demikian, karena Yesus bukan manusia biasa seperti kita, melainkan Firman yang menjadi manusia, maka kelahiran fisik-Nya ditandai dengan mukjizat tanpa perantaraan seorang ayah insani. Kelahiran-Nya yang kedua ke dunia karena kuasa Roh Allah ini, menyaksikan dan meneguhkan kelahiran kekal-Nya "sebelum segala abad". Dan karena Dia dikandung oleh kuasa Roh Kudus, maka Yesus dilahirkan oleh Sayidatina Maryam al-Adzra’ (Bunda Perawan Maria) tanpa seorang ayah.

Dari deskripsi di atas, jelaslah bahwa ajaran Tritunggal sama sekali tidak berbicara tentang ilah-ilah selain Allah. Ajaran rasuli ini justru mengungkapkan misteri keesaan Allah berkat pewahyuan diri-Nya dalam Kristus, Penyelamat Dunia. Dalam Allah (Sang Bapa), selalu berdiam secara kekal Firman-Nya (Sang Putra) dan Roh Kudus-Nya. Kalau Putra Allah berarti Pikiran Allah dan Sabda-Nya, maka Roh Kudus adalah Roh Allah sendiri, yaitu hidup Allah yang abadi. Bukan Malaikat Jibril seperti yang sering dituduhkan beberapa orang Muslim selama ini. Firman Allah dan Roh Allah tersebut bukan berdiri di luar Allah, melainkan berada dalam Allah dari kekal sampai kekal

Jadi, jelaslah bahwa Iman Kristen tidak menganut ajaran sesat yang diserang oleh al-Qur’an, bahwa Allah itu beranak dan diperanakkan. Untuk memahami Iman Kristen mengenai Firman Allah yang nuzul (turun) menjadi manusia ini, umat Islam hendaknya membandingkan dengan turunnya al-Qur’an alam Allah (nuzul al-Qur’an). Kaum Muslim Suni (Ahl l-Sunnah wa al-Jama’ah) juga meyakini keabadian al-Qur’an sebagai kalam nafsi (Sabda Allah yang kekal) yang berdiri pada Dzat-Nya, tetapi serentak juga terikat oleh ruang dan waktu, yaitu sebagai kalam lafdzi (Sabda Tuhan yang temporal) dalam bentuk mushaf al-Qur’an dalam bahasa Arab yang serba terbatas tersebut.

Dan sperti fisik kemanusiaan Yesus yang terikat ruang dan waktu, yang "dibu-nuh dalam keadaannya sebagai manusia" (1 Petrus 3:18), begitu juga mushaf al-Qur’an bisa rusak dan hancur. Tetapi Kalam Allah tidak bisa rusak bersama rusaknya kertas al-Qur’an. Demikianlah Iman Kristen memahami kematian Yesus, kematian-Nya tidak berarti kematian Allah, karena Allah tidak bisa mati. Saya kemukakan data-data paralelisasi ini bukan untuk mencocok-cocokkan dengan Ilmu Kalam Islam. Mengapa? Sebab justru seperti sudah saya tulis di atas, pergulatan Islam mengenai Ilmu Kalam dirumuskan setelah teolog-teolog Kristen Arab, menerjemahkan istilah-istilah teologis dari bahasa Yunani dan Aram ke dalam bahasa Arab.

Akhirul Kalam, semoga tulisan ini semakin merangsang pembaca untuk meng-gumuli teologi kontekstual yang mendesak dibutuhkan gereja-gereja di Indonesia, khususnya dalam merentas jalan menuju dialog teologis dengan Islam. Bukankah dialog teologis Kristen-Islam selama ini sering mengalami kebuntuan, karena "kesenjangan bahasa teologis" antara keduanya, akibat tajamnya pengkutuban Barat-Timur selama ini? Marilah kita realisasikan pesan rasuli, supaya kita siap sedia segala waktu "untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu…." (1 Petrus 3:15), dan bukan malah menghabiskan energi kita untuk mengurusi "kelompok-kelompok kurang cerdas yang suka bikin onar" itu.

Bambang Noorsena

Yang Suci Mulia dan Pemimpin Terpuji dari Para Rasul, Petrus dan Paulus

Yang Suci Mulia dan Pemimpin Terpuji dari Para Rasul, Petrus dan Paulus

Minggu, 29 Juni 2008

Homili Santo Agustinus, Uskup Hippo.
Hari ini Gereja Orthodox dengan ketakjuban mengenang kembali penderitaan dari Yang Suci Mulia dan Terberkati Rasul Petrus dan Paulus.
Santo Petrus, seorang pengikut setia Yesus Kristus, karena pengakuan mendalam akan KeilahianNya: Engkaulah Kristus, Putera dari Allah Yang Hidup,” dianggap layak oleh sang Juruselamat mendengar jawaban ini, “Terberkatilah engkau, Simon ... Aku berkata kepadamu, bahwa engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang [petra] ini Aku akan mendirikan GerejaKu” (Mat. 16:16-18). Di atas “batu ini” [petra], berkenaan yang engkau katakan diatas: “Engkaulah Kristus, Putera dari Allah Yang Hidup” bahwa pada pengakuanmu inilah Aku mendirikan GerejaKu. Sementara “engkaulah Petrus”: diasalkan dari “batu” [petra] yang berarti Petrus, dan bukan dari Petrus yang adalah “batu”, sebagaimana Kristen berasal dari Kristus, dan bukan Kristus dari Kristen. Apakah engkau ingin tahu, darimana kata “batu karang” [petra] yang disematkan kepada Rasul Petrus? Dengarlah Rasul Paulus: “Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Mereka semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.” (I Kor. 10:1-4). Inilah darimana kata “Batu Karang” yang adalah Petrus.
Tuhan kita Yesus Kristus, pada saat-saat terakhir dari kehidupan duniawiNya, dalam hari-hari pelayananNya bagi umat manusia, memilih dari antara murid-muridNya Dua Belas Rasul untuk mengajarkan Firman Allah. Diantara mereka adalah Rasul Petrus karena semangatnya yang berapi-api, dianggap siap menduduki tempat pertama (Mat. 10:2) dan menjadi pribadi yang mewakili semua Gereja. Olehkarenanya dikatakan kepadanya, secara khusus, setelah pengakuan itu: “Aku akan memberikan kepadamu kunci Kerajaan Allah: dan apa yang engkau ikat di dunia, akan diikat dalam surga: dan apa yang engkau lepas di dunia: akan dilepas dalam surga” (Mat. 16:19). Olehkarenanya bukan satu orang, namun Satu Gereja Semesta, yang menerima “kunci” ini dan hak “untuk mengikat dan melepas.” Dan bahwa demikianlah kenyataannya bahwa Gereja-lah yang menerima hak ini, dan bukan seorang pribadi saja. Palingkanlah perhatianmu ke tempat lain di dalam Kitab Suci, dimana Tuhan yang sama berkata kepada semua RasulNya, “Terimalah Sang Roh Kudus” dan selanjutnya, “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh. 20:22-23); atau: “Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga” (Mat. 18:18). Jadi, bahwa Gereja-lah yang mengikat dan melepas. Gereja didirikan di atas pondasi batu penjuru, yakni Yesus Kristus Sendiri (Efesus 2:20) baik yang terikat maupun yang terlepas. Biarlah yang terikat dan yang terlepas digentarkan: yang terlepas, agar supaya tidak jatuh dibawah ini lagi; yang terikat, agar supaya tidak selamanya tetap dalam kondisi ini. Olehkarenanya “Orang fasik tertangkap dalam kejahatannya, dan terjerat dalam tali dosanya sendiri,” kata Kebijaksanaan (Amsal 5:22); dan kecuali bagi Gereja Kudus tidak dimanapun juga adalah mungkin untuk menerima yang terlepas.
Setelah KebangkitanNya, Tuhan mempercayakan Rasul Petrus untuk menggembalakan umat rohaniNya bukan karena, bahwa diantara para murid hanya Petrus saja yang paling mumpuni untuk menggembalakan umat Kristus, namun Kristus menunjuk Dirinya Sendiri yang diwakilkan pada Petrus karena, bahwa Petrus adalah yang pertama diantara Para Rasul dan sebagai wakil Gereja; lagipula bahwa, menilik pada Petrus itu sendiri, sebagai kepala Para Rasul, Kristus dengan ini menegaskan kesatuan Gereja. “Simon anak Yohanes” – kata Tuhan kepada Petrus – “apakah engkau mengasihiKu?” – dan sang Rasul menjawab: “Ya, Tuhan, Engkau tahu bahwa Aku mengasihiMu”; dan untuk kali kedua Ia menanyakan hal yang sama, dan dijawab dengan jawaban yang sama pula; pada pertanyaan yang sama untuk kali ketiga, Petrus merasa bahwa jawabannya kurang meyakinkan sehingga sedihlah hatinya. Namun bagaimana mungkin baginya untuk tidak percaya kepadaNya, Dia yang mengenal hatinya? Dan kemudian Petrus menjawab: “Tuhan, Engkau tahu segala hal; Engkau tahu bahwa Aku mengasihiMu.” Dan kata Yesus kepadanya sebanyak tiga kali “Gembalakanlah dombaKu” (Yohanes 20:15-17).
Selanjutnya bahwa, tiga kali seruan dari sang Juruselamat kepada Petrus dan tiga kali pengakuan dari Petrus dihadapan Tuhan memiliki suatu tujuan yang berarti bagi sang Rasul. Yakni, bagi yang diberikan “kunci kerajaan” dan hak “untuk melepas dan mengikat” mengitari dirinya tiga kali dengan takut dan tawar hati (Mat. 26:69-75), dan Tuhan tiga kali melepasnya dengan seruan dan membalikkannya dengan pengakuannya akan kasih yang teguh. Dan menggembalakan dengan sungguh umat Kristus yang diperoleh melalui Para Rasul dan para penerus mereka. “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan”, Rasul Paulus mendesak para imam gereja, “karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan umat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri” (Mat. 20:28); dan Rasul Petrus kepada para para tetua: “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu. Maka kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu” (I Pet. 5:2-4).
Nyatalah bahwa Kristus, yang berkata kepada Petrus: “Gembalakanlah domba-dombaKu,” dan tidak berkata: “Gembalakanlah domba-dombamu,” namun menggembalakan, menjadi pelayan yang baik bagi domba Tuhan. “Apakah Kristus dibagi-bagi? Apakah Paulus disalibkan bagimu? Atau adakah kamu dibaptiskan dalam nama Paulus? (I Kor. 1:13). “Gembalakanlah domba-dombaku”. Waspadalah kepada “serigala-serigala buas, para penindas yang berpura-pura, para pengajar palsu dan menyesatkan yang tidak peduli kepada umat” (Mat. 7:15, Kisah 20:29, II Pet. 2:1, Yoh. 10:12), yang menjarah umat dan membuatnya membusuk seolah-olah itu menjadi lahan keuntungan mereka, mereka berfikir bahwa mereka sedang menggembalakan umat mereka. Yang sedemikian bukanlah imam-imam yang baik, sebagaimana para imam Tuhan. “Gembala yang baik memberikan kehidupannya bagi dombanya” (Yoh. 10:11), dan menaruh Tuhan sebagai Gembala Agung bagi dirinya sendiri (I Pet. 5:4). Dan Rasul Petrus, yakin kepada panggilannya, memberikan jiwanya bagi umat sejati Kristus dengan memateraikan kerasulanya dengan mati sebagai martir yang kini dimuliakan di seluruh penjuru dunia.
Rasul Paulus, yang sebelumnya bernama Saul, diubahkan dari seorang serigala penyesat menjadi domba yang taat. Awalnya dia adalah seorang musuh Gereja yang di kemudian hari menjadi seorang Rasul. Awalnya dia memporak-porandakannya, setelahnya dia mengajarkannya. Setelah menerima dari para imam-imam di Yerusalem suatu kewenangan besar untuk menjebloskan orang-orang Kristen dalam belenggu hukuman mati, dia telah bersiap-siap di jalanan, dia menggemakan “ancaman dan pembunuhan melawan para murid Tuhan” (Kisah 9:1), dia haus darah, namun “Dia yang berdiam dalam Surga akan menertawainya dengan pandangan rendah” (Maz. 2:4). Ketika dia, menganiaya dan menyakiti “Gereja Allah” (I Kor. 15:9, Kis. 8:5), dia datang ke Damaskus, dan Tuhan dari Surga memanggilnya: “Saul, Saul, mengapa engkau menganiaya Aku?” dan Aku disini, disana, dimana-mana: inilah kepalaku, inilah tubuhKu. Ini tidaklah mengejutkan kita, karena kita sendiri adalah anggota-anggota Tubuh Kristus. “Saul, Saul. Mengapa engkau menganiaya Aku” (Kisah 9:4-5). Sementara itu Saul menjadi “terkejut dan takut”, seraya berseru: “Siapakah engkau Tuhan?” Tuhan menjawab, “Akulah Yesus Yang engkau aniaya itu.”
Dan Saul serta merta berbelok arah: “Apa yang Engkau ingin aku lakukan?” – dia menjerit. Dan tiba-tiba ada suatu Suara datang padanya: “Bangunlah, dan pergilah ke kota, dan akan dikatakan kepadamu apa yang harus engkau lakukan” (Kisah 9:6). Lalu Tuhan mengutus Ananias: “Bangunlah dan turunlah ke jalan” kepada seseorang, “yang bernama Saul,” dan baptislah dia, “karena dia ini adalah bejana pilihan bagiKu, yang akan membawa namaKu kehadapan bangsa-bangsa lain, dan raja-raja, dan anak-anak Israel” (Kisah 9:11, 15, 18). Bejana ini akan dipenuhi dengan RahmatKu. “Ananias menyela, Tuhan, Aku mendengar dari banyak orang bahwa orang ini sangat jahat, begitu banyak kejahatan yang dilakukan kepada orang suciMu di Yerusalem: dan disini dia membawa kewenangan dari para imam besar untuk menangkap setiap orang yang menyeru NamaMu” (Kisah 9:13-14). Namun Tuhan mendesak Ananias: “Carilah dan jemput dia, karena bejana ini dipilih bagiKu: karena Aku akan menunjukkan padanya perkara-perkara besar yang akan ditanggungnya demi namaKu” (Kisah 9:11, 15-16).
Dan sungguh Tuhan menunjukkan pada Rasul Paulus perkara-perkara yang akan ditanggungnya demi NamaNya. Dia mengajarkan padanya perkara-perkara surgawi. Bahwa ia akan senantiasa dibelenggu, dirantai, dipenjarakan dan mengalami karam kapal. Tuhan memberitahunya penderitaan-penderitaan yang akan terjadi baginya, dan bahwa Dia akan dibimbing hingga harinya tiba. Pada hari ini secara bersama-sama, kenangan dari penderitaan kedua Rasul ini dirayakan, meskipun mereka disiksa di hari yang berbeda, namun karena semangat dan kesamaan penderitaan mereka, keduanya disatukan. Petrus yang pertama kali, dan Paulus mengikuti tidak lama berselang. Mulanya dipanggil Saul, lalu kemudian Paulus, yang kesombongannya telah diubahkan ke dalam kerendahan hati. Namanya (Paulus) yang bermakna “kecil, mungil, enteng,” menyatakannya. Bagaimanakah Rasul Paulus selanjutnya? Tanyalah dia, dan ia akan memberi jawab dengan ini: “Aku,” katanya, “yang paling akhir dari Para Rasul... namun Aku bekerja lebih banyak dari mereka semua: namun bukan Aku, tetapi rahmat Allah, yang ada denganku” (I Kor. 15:9-10).
Jadi dengan demikian, saudara-saudara, kini rayakanlah kenangan dari Para Rasul suci Petrus dan Paulus, kenanglah penderitaan-penderitaan agung mereka, kita memuliakan iman sejati dan kehidupan suci mereka, kita memuliakan ketiadabersalahan dari penderitaan dan pengakuan murni mereka. Mencintai kualitas luhur yang ada dalam mereka dan meniru perbuatan-perbuatan agung mereka, “yang mana meneladani mereka” (II Tes. 3:5-9), dan kita akan menuju kepada kebahgiaan kekal yang dipersiapkan bagi semua orang sucinya. Langkah kehidupan kita yang tadinya sangat menyedihkan, penuh duri, keras, namun, “kita mempunyai begitu banyak saksi-saksi bagaikan awan yang mengelilingi kita” (Ibrani 12:1), menanggalkan segala beban dosa itu, dan menjadikan beban kita ringan, bercahaya, dan lebih siap melangkah. Dia yang pertama kali menanggalkannya “sang pengarang dan penuntas iman kita,” Tuhan kita Yesus Kristus Sendiri (Ibr. 12:2); Para Rasulnya yang terkasih mengikuti, lalu para martir, anak-anak, para wanita, perawan dan sekumpulan besar saksi-saksi. Siapakah yang bertindak di dalam diri dan menolong mereka dalam jalan ini? Dia Yang berkata, “TanpaKu engkau tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh. 15:5), Dialah Itu!


From :http://www.orthodoxindonesia.org/
Homili of
Santo Agustinus, Uskup Hippo.

Saturday, August 15, 2009

SSPX/Uskup Agung Marcel Lefebvre,

SSPX adalah counter Roma Katolik yang begitu liberal. Di dirikan oleh Uskup Agung Marcel Lefebvre memulai gerakan Konservative borderline dengan Fundamentalist dalam Katolik.
Mari kita lihat Artikel yang saya ambil dari Carmel of Elijah mengenai SSPX


Written by Agus Syawal Yudhistira
Tuesday, 18 November 2008 14:58
Untuk mengawali artikel ini marilah kita mengingat kembali sebuah peristiwa yang terjadi pada tahun 2007 yang lalu. Pada tanggal 7 Juli 2007, Paus Benediktus XVI mempublikasikan sebuah surat apostolik yang diberi nama Summorum Pontificum. Surat ini memperjelas status Misa Romawi era sebelum pembaruan liturgi yang dicanangkan Konsili Vatikan II, atau biasa disebut sebagai Misa Tridentin. Pada saat itu di berbagai media, terutama di luar Indonesia, terdengar kembali sebuah nama: Serikat St. Pius X (Fraternitas Sacerdotalis Sancti Pii X) yang biasa dikenal dengan singkatan SSPX.

Serikat St. Pius X adalah serikat hidup bakti religius, yang utamanya beranggotakan para imam, tetapi juga memiliki anggota religius lain seperti bruder, suster, oblat, dan ordo ketiga. Penampilan mereka memang menggugah perasaan estetika. Anggotanya menggunakan jubah hitam dengan kerah romawi. Gereja-gereja mereka dipenuhi dengan lilin, gambar, dan patung-patung orang kudus. Sikap devosi yang mereka tampilkan sangat besar dan banyak doa dalam bahasa Latin yang mereka lantunkan. Gema lagu-lagu Gregorian berkumandang setiap saat dari mulut mereka. Bagi kebanyakan umat dan juga dalam paparan media massa, SSPX adalah sebuah serikat religius yang terus bertahan menggunakan Misa Tridentin. Karenanya, SSPX ditentang dan dilawan oleh Gereja, apalagi ada berbagai pelanggaran liturgi yang santer terjadi setelah Konsili Vatikan II dan menimbulkan ketidakpuasan umat. Sebagian umat melihat SSPX berdiri sebagai mercusuar tradisi Gereja Katolik melawan liberalisme yang menggerogoti Gereja. Walau di Indonesia sendiri nama SSPX secara umum tidak dikenal, ada entitas SSPX yang membuka misi di Indonesia sejak Oktober 2003. Setidaknya demikian menurut paparan berita SSPX Asia.

Setelah mendapat gambaran sedikit tentang SSPX yang ditampilkan oleh berbagai media massa, sebuah pertanyaan besar harus kita jawab. Apakah informasi yang disampaikan akurat? Apakah sebenarnya SSPX dan apa tanggapan Gereja terhadap SSPX? Artikel pendek ini hendak memberi sumbangsih untuk menjelaskan duduk perkara tentang SSPX. Benar bahwa Gereja melihat ada masalah-masalah besar seputar keberadaan SSPX dan tidak memberi lampu hijau. Gereja dengan hati-hati memperingatkan umat untuk menjaga jarak dari SSPX. Namun alasannya harus kita pahami dengan benar dan jelas. Untuk itu kita perlu mengenal dahulu secara lebih dekat sejarah berdirinya SSPX.

Latar Belakang Berdirinya SSPX

Serikat St. Pius X didirikan pada masa-masa sulit yang dihadapi Gereja setelah berakhirnya Konsili Vatikan II (tahun 1962-1965). Implementasi hasil Konsili menciptakan iklim perubahan yang begitu cepat dan membingungkan bagi banyak umat Katolik. Dalam situasi ini, berdirilah sosok Uskup Agung Marcel Lefebvre, seorang Perancis. Beliau banyak berkarya di Afrika dan pernah menjabat menjadi Superior Jendral Kongregasi Roh Kudus (biasa dikenal sebagai Spiritans) pada tahun 1962-1968.

Pada tahun 1970 beliau mendirikan serikat religius di Econe, Swiss dengan meminta izin dari Mgr. Francois Charriere, Uskup Lausanne, Genewa dan Fribourg. Tujuannya adalah untuk mendidik para seminaris dengan ajaran-ajaran Gereja yang konservatif, sebab menurut pengamatan Mgr. Lefebvre seminari-seminari Katolik setelah Konsili Vatikan II sudah menjadi sangat liberal. Mgr. Charriere menerima maksud baik Mgr. Lefebvre dan memberikan izin pendirian dengan status masa percobaan selama enam tahun.

Tantangan-tantangan yang dihadapi Gereja setelah Konsili ternyata memang tidak mudah. Seminari-seminari di Perancis sedikit demi sedikit menjadi kosong; simbol-simbol tradisional Katolik banyak ditinggalkan; sikap antiklerus berkembang. Mgr. Lefebvre melihat berbagai inovasi liturgi dan memutuskan mendidik para seminarisnya untuk menggunakan Misa Tridentine secara eksklusif. Dapat dipahami, bahwa hal ini tidak sejalan dengan arah pastoral para uskup Perancis. Serikat yang didirikan Mgr. Lefebvre mulai menerima serangan terbuka dari hirarki Perancis. Pada tahun 1973 seminari baru didirikan di Michigan, Amerika Serikat, dan pada tahun 1974 didirikan seminari baru di Roma, Italia.

Karena perseteruan yang terus berkembang antara para uskup Eropa dengan Mgr. Lefebvre, maka pada tahun 1974 Paus Paulus VI membentuk komisi para kardinal untuk menilai situasi ini. Dua imam dari Belgia diutus untuk melakukan kunjungan. Namun demikian, sewaktu di Econe, kedua imam ini menyatakan pendapat yang menurut penilaian para seminaris dan staf seminari merupakan opini teologis yang terlalu liberal. Mgr. Lefebvre kemudian menuliskan sebuah deklarasi yang menyerang secara kuat apa yang menurutnya adalah tendensi liberal dalam Gereja Katolik, bahkan ia menyerang dan mempertanyakan otoritas paus dan Konsili Vatikan II.

Deklarasi yang dinyatakan Mgr. Lefebvre menjadi kemelut yang berlanjut. Pada bulan Pebruari dan Maret 1975 Mgr. Lefebvre dipanggil oleh para kardinal untuk datang ke Vatikan dan memberi pertanggungjawaban atas deklarasinya. Pada bulan Mei 1975, setelah melalui konsultasi dengan Takhta Suci, Mgr. Pierre Maime, Uskup Fribourg, mencabut izin yang diberikan pendahulunya atas berdirinya SSPX dan seminari-seminari mereka. Hal ini dikuatkan dengan surat yang dikirimkan Takhta Suci dengan persetujuan Paus Paulus VI mengenai dicabutnya izin yuridis SSPX. Dengan demikian, secara yuridis SSPX tidak lagi diakui sebagai sebuah organisasi Katolik.

Mgr. Lefebvre tidak menggubris pencabutan izin berdirinya SSPX dan pada tahun 1976 angkatan pertama seminari SSPX di Econe siap untuk ditahbiskan. Walaupun secara yuridis SSPX tidak lagi eksis, Mgr. Lefebvre menyatakan secara publik niatnya untuk mentahbiskan para seminaris tersebut sebagai anggota SSPX. Takhta Suci segera menanggapi dengan mandat langsung dari Paus Paulus VI agar pentahbisan tidak dilakukan. Alasannya jelas, bahwa para calon penerima tahbisan berada di bawah otoritas uskup mereka masing-masing, dan seorang uskup yang mentahbiskan seseorang yang berada di bawah otoritas uskup lain, menurut Hukum Kanon yang berlaku, menerima sanksi untuk tidak lagi memiliki otoritas mentahbiskan selama satu tahun, dan sanksi ini hanya dapat dicabut oleh Takhta Suci. Mereka yang ditahbiskan, tidak memperoleh otoritas untuk melaksanakan jabatan mereka.

Pada tanggal 29 Juni 1976, pentahbisan dilakukan bertentangan dengan mandat Paus. Seminggu kemudian, Kardinal Sebastiano Baggio, Prefek Kongregasi Kepausan untuk Uskup, memberikan peringatan agar Mgr. Lefebvre meminta pengampunan Paus. Jawaban yang diberikan Mgr. Lefebvre adalah penegasan kembali penolakannya terhadap Konsili Vatikan II, yang menurut pendapatnya menghancurkan Gereja, dan tuduhan bahwa Paus Paulus VI bersekongkol dengan para pejabat Gereja. Dengan ini, Mgr. Lefebvre terkena hukuman suspensi ad divinis, yang berarti Mgr. Lefebvre secara hukum tidak dapat melaksanakan fungsi jabatannya, termasuk merayakan sakramen apa pun.

Karena hanya uskup yang dapat mentahbiskan, maka untuk menjamin kelangsungan SSPX, Mgr. Lefebvre—yang tidak dapat mempercayai uskup yang berada di luar SSPX—menyatakan rencananya untuk mentahbiskan uskup bagi SSPX pada tahun 1987. Pentahbisan uskup membutuhkan pernyataan persetujuan dari Paus. Korespondensi antara Takhta Suci dan Mgr. Lefebvre terus berlangsung. Tanggal 5 Mei 1988, Mgr. Lefebvre dan Kardinal Ratzinger menandatangani protokol persetujuan yang akan menormalkan keberadaan SSPX dalam Gereja dan bahwa Paus Yohanes Paulus II akan memilih seorang dari SSPX untuk ditahbiskan sebagai uskup. Namun, segera setelah persetujuan ditandatangani, Mgr. Lefebvre berubah pikiran. Ia menuntut tiga uskup ditahbiskan pada tanggal 30 Juni 1987. Beliau menerima peringatan dan membalas bahwa walaupun tanpa persetujuan Paus pentahbisan akan tetap ia laksanakan.

Tanggal 9 Juni 1987, Paus mengirimkan surat yang menghimbau agar Mgr. Lefebvre tidak melanjutkan niatnya dan mengingatkan bahwa mentahbiskan tanpa persetujuan paus adalah tindakan skismatis. Tanggal 30 Juni 1988, Mgr. Lefebvre melaksanakan tahbisan uskup kepada empat orang imam SSPX (Bernard Fellay, Bernard Tissier de Mallerais, Richard Williamson, dan Alfonso de Galarreta) melawan kehendak eksplisit Paus Yohanes Paulus II. Sesuai dengan Hukum Kanon, mereka yang menerimakan dan yang menerima tahbisan uskup tanpa mandat terkena sanksi ekskomunikasi. Tanggal 2 Juli 1998, Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan surat apostolik Ecclesia Dei adflicta dan menyatakan bahwa tahbisan yang dilakukan merupakan tindakan skismatik dan semua uskup yang terlibat, yang menerimakan maupun yang menerima tahbisan, secara resmi di-ekskomunikasi. Paus menghimbau agar mereka melakukan rekonsiliasi dengan Gereja.

Kelanjutan SSPX Sekarang Ini

Walaupun banyak hal terjadi, SSPX tetap ada dan melebarkan sayapnya, mendirikan seminari baru, menambah paroki, merekrut calon-calon seminaris. Bagi SSPX, ekskomunikasi yang dibebankan pada mereka tidak sah dan tidak pernah terjadi. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak melakukan suatu tindakan skismatis. Mereka menganggap diri mereka merupakan bagian terhormat dari Gereja Katolik karena mereka mengingat paus dalam doa dan liturgi mereka serta menyatakan hormat dan tunduk kepada otoritas paus. Namun, pada saat yang bersamaan mereka menyatakan bahwa SSPX adalah mercusuar kebenaran Katolik dan Magisterium Gereja telah murtad.

Bagi SSPX, posisi mereka adalah suatu bentuk kebutuhan, seperti sebuah sekoci untuk menyelamatkan Gereja dari hal-hal yang menurut pendapat mereka merupakan kesesatan yang sekarang tumbuh dalam Gereja. Misalnya: gerakan ekumenisme, kebebasan beragama, kolegialitas hirarki, dan ritus liturgi yang baru. Mgr. Lefebvre meninggal pada tahun 1991 di Martigny, Swiss. Kepemimpinan SSPX kemudian beralih kepada Uskup Bernard Fellay, salah satu dari empat uskup yang ditahbiskannya. Usaha-usaha rekonsiliasi masih terus diusahakan oleh Takhta Suci melalui komisi Ecclesia Dei.

Sementara itu, tidak semua anggota SSPX senantiasa setuju dengan posisi SSPX dan pendiri mereka. Segera setelah pentahbisan empat uskup SSPX yang bermasalah pada tahun 1988, sebagian dari para seminaris SSPX memisahkan diri dari organisasi Lefebvre. Mereka berekonsiliasi dengan Takhta Suci dan memperoleh persetujuan Takhta Suci untuk membentuk serikat religius baru, yang mereka namakan Fraternitas Sacerdotalis Sancti Petri. Pada tahun 2002, sebagian imam-imam SSPX yang vokal menyuarakan rekonsiliasi dengan Takhta Suci dikeluarkan dari organisasi, dan dengan restu Takhta Suci mendirikan serikat religius baru yang bernama Institut du Bon Pasteur. Secara personal ada juga para anggota SSPX yang memisahkan diri secara pribadi dan menjadi anggota serikat religius lain yang juga mempertahankan liturgi sebelum Konsili Vatikan II, namun dengan restu Takhta Suci.

Umat Katolik dan SSPX

Setelah kita mengetahui lebih baik tentang SSPX dan berbagai permasalahannya, bagaimana umat Katolik harus menanggapi SSPX? Dapatkah kita meminta pelayanan sakramen dari mereka? Bagaimana kalau mereka mengajak dan mendekati kita? Terlebih lagi dengan menjadikan Indonesia tanah misi mereka, kita bisa menduga mereka akan sedikit-banyak aktif dalam menerbitkan publikasi dan merekrut anggota baru.

Kita harus sedikit menggarisbawahi beberapa hal dari sejarah SSPX terlebih dahulu. Pertama, secara yuridis eksistensi SSPX dalam Gereja Katolik sudah berakhir sejak izin berdiri SSPX dicabut pada tahun 1975. Maka, walaupun secara nyata SSPX ada dan berfungsi, keberadaannya tidak memiliki landasan hukum. Kedua, para uskup SSPX terkena sanksi ekskomunikasi yang masih belum dicabut hingga saat ini. Dengan demikian mereka berada di luar Gereja Katolik dan tidak memiliki otoritas Gereja untuk melaksanakan tugas-tugas jabatan mereka, termasuk menyelenggarakan liturgi, sakramen, pemberkatan atau kedudukan apa pun dalam Gereja. Ketiga, imam-imam SSPX, walau tidak ikut terkena sanksi ekskomunikasi, terkena sanksi ad divinis, yang berarti mereka tidak memiliki otoritas Gereja untuk melaksanakan tugas-tigas jabatan mereka. Yang terakhir, akar pertentangan mereka terhadap Gereja bukan karena mereka ingin menggunakan liturgi sebelum Konsili, tetapi karena SSPX berpendapat bahwa Magisterium Gereja dan Paus telah sesat dan tidak dapat dipercaya. Satu-satunya jalan menjadi Katolik sejati, dalam pandangan SSPX, adalah dengan menerima iman Katolik sebagaimana dipahami oleh mereka.

Dari pertimbangan di atas, jawaban menjadi jelas. Umat Katolik sangat tidak dianjurkan berasosiasi dengan SSPX atau mengambil bagian dalam kegiatan SSPX. Sebab dengan mengambil bagian dalam kegiatan SSPX atau berpartisipasi dalam liturgi dan perayaan sakramen yang dilaksanakan oleh SSPX, kita mengambil bagian dalam liturgi yang tidak seharusnya mereka laksanakan, dan ini adalah suatu bentuk ketidaktaatan terhadap Gereja.

Hal kedua yang bisa kita pelajari dari SSPX adalah pentingnya persatuan, kesatuan, dan ketaatan terhadap Gereja. Komunitas/kelompok/organisasi dalam Gereja boleh memiliki kekhasan dan dalam perjalanannya seringkali harus melewati hambatan, tetapi kalaupun kita ingin memperjuangkan kekhasan tersebut, kita tidak dapat melakukannya sendirian, terpisah dari Gereja. Atau, bisa juga terjadi, kita berhadapan setiap hari dengan liturgi yang dilaksanakan serampangan dan kita tidak puas dengan hal-hal yang terjadi dalam Gereja, namun kita harus ingat untuk menyikapi dan mengoreksi dengan hati-hati, dalam persatuan dan ketaatan kepada Gereja.

Ada satu pelajaran lagi yang bisa kita petik: kita harus berusaha mengatasi perbedaan dengan kasih dan keterbukaan, namun teguh dalam prinsip. Gereja terus membuka dialog dan mengajak anggota-anggota SSPX kembali ke kawanan Gereja. Dialog terus dilakukan, doa terus dipanjatkan. Ini adalah sikap dasar yang harus kita kembangkan setiap hari dalam berhadapan dengan anggota keluarga, teman, atasan, dan orang lain di sekitar kita.

Sunday, July 26, 2009

S E J A R A H G E R E J A

Disusun oleh Joseph Handoko

Constantin yang Agung adalah kaisar Romawi pertama yang menjadi Kristen. Karena dia tidak mau ada kenangan yang jelek dengan masa mula-mula Kekristenan lahir dan disiksa serta dikejar-kejar oleh penguasa Romawi, maka sebagai kaisar Romawi yang memeluk agama Kristen ia mendirikan ibu kota baru di timur dan memakai namanya Constantinopel sebagai ibu kota kekaisaran Romawi Timur.

Pada saat itu ada lima ke-Paus-an atau ke-Patriarkh-an yaitu, Constanopel, Antiokhia, Alexandria, Yerusalem di timur dan Roma di barat yang masing-masing dipimpin oleh seorang Patriakh atau Paus.

Untuk melawan bidaah-bidaah (heresy) dan ajaran sesat dan untuk membentengi iman Kristen yang murni maka pada tahun 325 di Nikea dan tahun 381 di Constantinopel diadakan Konsili Ekumenis dan ditentukan Pengakuan Iman atau Credo atau Syahadat Panjang yang biasa dikenal sebagai Credo Nikea-Constantinopel. Disamping Credo Panjang ini gereja Katolik mengenal juga Credo Pendek atau Credo Para Rasul.

Hampir diseluruh dunia Gereja Katolik memakai Credo yang panjang, kecuali gereja Katolik di Indonesia yang sering memakai Credo yang pendek, hanya sewaktu-waktu saja memakai Credo Panjang.

Bagian Roh Kudus pada Credo Panjang, aslinya menurut Konsili Nikea-Constantinopel dikatakan :

..............................................

Aku percaya akan Roh Kudus,

Ia Tuhan yang menghidupkan,

Ia berasal dari Bapa,

Yang serta Bapa dan Putera

Disembah dan dimuliakan;

..........................................

Tetapi pada tahun 589 dikonsili lokal di Toledo, Spanyol bagian “Ia berasal dari Bapa” ditambahkan dengan kata “ dan Putera” dengan maksud yang baik, yaitu untuk memperjelas ke-Ilahi-an Yesus yang ditentang oleh Arius yang mengatakan Putera itu bukan Ilahi tapi hanya ciptaan Allah yang pertama.

Dari Spanyol ajaran Filioque menyebar ke Perancis dan setelah Kaisar Perancis Charlemagne mengetahui Credo atau Pengakuan Iman gereja di Perancis berbeda dengan di Roma, ia memaksakan menambahkan kata “dan Putera” . Tetapi Paus Roma, Leo III (795-816) menolaknya karena hal ini bertentangan dengan Credo yang asli keputusan Konsili Nikea-Constantinopel.

Tetapi pengaruh negara sangat kuat dan pemakaian Filioque menyebar kemana-mana sehingga pada tahun 1014 , Henri II, kaisar Perancis berhasil menekan Paus Roma, Benedict VIII untuk memasukkan Filioque kedalam Credo Nikea-Constantinopel.

Paus Benedict VIII terpaksa menerima tambahan ini karena ketergantungan Gereja Roma pada perlindungan militer kekaisaran Perancis terhadap serbuan pasukan Islam yang telah menguasai Spanyol dan siap menyerbu Roma, walaupun secara resmi baru dimasukkan ke dalam Credo (bahasa Latin) pada tahun 1274 pada Konsili Lyon II.

Gereja-gereja di Timur menolak untuk memasukkan tambahan“Filioque”(lengkapnya : “Qui Patre Filioque procedit”) kedalam Pengakuan Iman Nikea-Constantinopel. Alasannya ialah Allah adalah satu-satunya yang kekal dan Allah adalah Esa, jadi dengan keluarnya Roh Kudus juga dari Putera maka ada dua sumber kekekalan dan Allah tidak Esa.

Atas desakan negara-negara di Barat, Gereja Roma ingin memaksakan penambahan kata “Filioque” dalam Credo Nikea-Constantinopel yang dengan keras ditolak oleh Gereja-gereja di Timur. Maka perpecahanpun tidak dapat dihindarkan, maka pada tahun 1054 terjadilah skisma atau perpecahan besar.

Empat ke-Patriarkh-an di Timur, yaitu, Constantinopel, Antiohkia, Alexandria dan Yerusalem tetap tidak menambah kata “Filioque” dalam Pengakuan Iman Nikea-Constantinopel sampai sekarang ,sedang pada Gereja Katolik Roma ada tambahn kata “Filioque”

Perpecahan antara Gereja Timur yang disebut Orthodox dan Gereja Barat yang diwakili Gereja Katolik Roma sudah berlangsung hampir satu millenium atau hampir seribu tahun. Ada satu kebekuan yang bisu karena tidak ada tegur sapa antara kedua belah pihak.

Tetapi sangatlah beruntung pada tahun 1964 atas prakarsa Bapak Paus Paulus VI dan Patriarkh Athenagoras I dari Constantinopel diadakan pertemuan di Yerusalem untuk saling meniadakan anatema atau kutukan antara dua kelompok Gereja besar ini.

Sejak itu tidak kurang dari tiga kali Bapak Paus Yohanes Paulus II mengunjungi rekan Patriarkh nya di Timur. Juga Paus Benedictus XVI dalam kunjungannya ke Turki mengunjungi Patriarkh Constantinopel, Bartholomeus I.

Bahkan Paus Yohanes Paulus II sempat mengeluarkan Surat Apostolik “Orientale Lumen” atau “Terang dari Timur” mengajak kita semua belajar dari Timur. Bahkan dalam Konsili Vatikan II dimasukkan Dokumen-dokumen penting mengenai Gereja-Gereja Timur, yaitu:

Dekrit “Unitatis Redintegratio” Tentang Ekumenisme, bab 3 mengenai : Tinjauan Khusus Tentang Gereja-Gereja Timur, antara lain ditulis naskah sebagai berikut :

(15) “ Dalam ibadat liturgi itu, Umat Gereja-Gereja Timur dengan kidung-kidung yang amat indah mengagungkan Santa Maria Selalu Perawan, yang oleh Konsili Ekumenis Efesus (tahun 431) secara resmi dimaklumkan sebagai Bunda Allah yang suci, supaya Kristus sungguh-sungguh dan dalam arti yang sejati diakui sebagai Putra Allah dan Putra manusia menurut Kitab Suci. Umat Gereja-Gereja Timur juga menghormati dan memuji banyak orang kudus, di antara mereka para Bapa Gereja Semesta.

Sungguhpun terpisah, Gereja-Gereja Timur mempunyai sakramen-sakramen yang sejati, terutama berdasarkan pergantian apostolik, Imamat, dan Ekaristi. Melalui Sakramen-Sakramen itu, mereka masih berhubungan erat sekali dengan kita. Maka dari itu suatu kebersamaan dalam perayaan Sakramen-sakramen, bila situasi memang menguntungkan dan dengan persetujuan pimpinan gerejawi, bukan hanya mungkin, melainkan juga dianjurkan.

Di Timur terdapat kekayaan tradisi-tradisi rohani yang terutama terungkap dalam peri hidup para rahib. Sebab di situ sejak zaman kekayaan para Bapa kudus berkembanglah spiritualitas monastik, yang kemudian menjalar ke kawasan Gereja Barat.

Spiritualitas itulah yang menjadi sumber bagi lembaga hidup religius dalam Gereja Latin, dan kemudian memberinya daya-kekuatan baru. Maka dari itu, sangat dianjurkan supaya Umat Katolik lebih sering menikmati kekayaan rohani para Bapa Gereja Timur yang mengangkat manusia seutuhnya untuk merenungkan mister Ilahi.” (Halaman 205-206)

(17) (Ciri Khas Gereja-Gereja Timur Berkenaan dengan Soal-Soal Ajaran).

“Mengenai tradisi-tradisi teologis Gereja-Gereja Timur yang otentik, harus diakui bahwa tradisi-tradisi itu memang berakar secara mantap dalam Kitab Suci, diteguhkan dan diungkapkan oleh kehidupan liturgis, diperkaya oleh tradisi apostolik yang hidup maupun karya tulis para bapa Gereja Timur serta para penulis hidup rohani. Tradisi-tradisi itu mengantar Umat kepada pola hidup yang baik, bahkan juga kepada kontemplasi kebenaran Kristen sepenuhnya” (Halaman 207)

(18) (Penutup)

“Menyadari semua itu sepenuhnya, Konsili (Vatikan II) suci ini membarui apa yang pernah dinyatakan oeh Konsili-konsili di masa lampau dan oleh para Paus, yakni untuk memulihkan dan melestarikan persekutuan serta kesatuan perlulah tidak menaruh beban lebih berat dari yang memang sungguh diperlukan” (Kis 15 :28). Konsili meminta dengan sangat pula supaya selanjutnya semua usaha ditujukan untuk setapak demi setapak mencapai kesatuan itu, dipelbagai unsur kelembagaan serta bentuk-bentuk kehidupan Gereja, terutama dalam doa dan dialog persaudaraan tentang ajaran-ajaran maupun kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendesak akan reksa pastoral pada zaman sekarang. Begitu pula Konsili menganjurkan kepada para Gembala serta Umat Gereja Katolik untuk menjalin hubungan-hubungan dengan mereka, yang tidak hidup di Timur lagi, melainkan merantau jauh dari tanah air. Maksudnya supaya makin meningkatlah kerja sama persaudaraan dengan mereka itu dalam semangat cinta kasih, dengan menyisihkan segala keinginan untuk bersaing. Kalau usaha itu digiatkan sepenuh hati, Konsili suci mengharapkan, supaya robohlah dinding pemisah antara Gereja Barat dan Gereja Timur, pada akhirnya terwujudlah kediaman satu-satunya, dibangun atas Batu Penjuru, yakni Kristus Yesus, yang akan menyatukan kedua pihak,” (Halaman 207-208).

Sangat jelas dari pihak Gereja Barat atau Katolik Roma amat mengingingkan persatuan dan penyatuan atau paling tidak adanya kerja sama antara Gereja Timur dan Gereja Barat.

Kalau hal ini bisa terjadi, alangkah kayanya apa yang akan dimiliki oleh kedua belah pihak, tepat seperti yang diucapkan oleh seorang imam Katolik Roma di Amerika :

“Hari ini Gereja Katolik Roma bernapas hanya dengan satu paru-paru, tetapi kalau kita bisa bersatu dengan saudara kita dari Gereja Timur (Orthodox) maka kita bisa bernapas secara lengkap dengan dua paru-paru”.

Jadi mengapa kita bertengkar dan saling melemparkan tuduhan-tuduhan yang belum tentu benar, apakah tidak sebaiknya kita saling belajar seperti yang dianjurkan oleh pimpinan Gereja kita sehingga kita lebih kaya dalam pengetahuan mengenai Gereja kita masing-masing.

Masih ada tersisa mengenai hal-hal yang tidak jelas yang berhubungan dengan “Filioque” yang terdapat dalam ayat-ayat Kitab Suci tentang Roh Yesus berikut ini :

Gal 4 : 6 à Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita yang berseru : “ya Abba, ya Bapa”

Flp 1 : 19 à karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus

Kis 16 : 7 à Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka.

Ayat- ayat tersebut di atas berbicara tentang Roh Yesus setelah kebangkitanNya dan setelah Yesus dipermuliakan, seperti kita lihat pada ayat-ayat dibawah ini :

Kis 2 : 32 à Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tenteng hal itu kami semua adalah saksi.

33 à Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus, yang dijanjikan itu, maka dicurahkanNya apa yang kamu lihat dan dengar di sini (pada saat Pentakosta)

Tetapi sebelum Yesus dipermuliakan Roh itu belum datang, lihat ayat berikut ini,

Yoh 7 : 39 à Yang dimaksudkanNya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepadaNya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dipermuliakan

Jadi dalam keadaan kekalNya Roh Kudus hanya keluar dari Allah (Bapa) saja seperti yang dikatakan Alkitab dibawah ini :

Yoh 15 : 26 à Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku

Jadi dari ayat di atas Tuhan Yesus sendiri yang mengatakan bahwa Penghibur atau Roh Kebenaran atau Roh Kudus itu keluarNya dari Bapa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alkitab dalam ayat berikut ini :

1 Kor 2 : 10 à Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.

11 à Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia ? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah

Dari ayat-ayat di atas dikatakan bahwa Roh Kudus adalah Roh Allah dan tinggalNya dalam Diri Allah, jadi seyogianya keluarNya-pun hanya dari Allah saja.

Untuk menanggulangi kontroversi “Filioque” yang menyebabkan terpecahnya Gereja yang Satu, Katolik dan Apostolik Paus Yohanes Paulus II telah dengan berani mengambil keputusan untuk memberi izin menghilangkan kata “dan Putra” dari syahadat Nikea-Constantinopel versi Latin ( bahan diambil dari buku “Iman Katolik” Buku Informasi dan Referensi yang dikeluarkan oleh Konferensi Waligereja Indonesia, diterbitkan oleh : Penerbit Kanisius dan Penerbit Obor, Halaman : 319-320)

“Di kemudian hari, di Barat (dalam bahasa Latin), masih ditambahkan satu kata lagi:”berasal dari Bapa dan Putra”. Tambahan ini menimbulkan banyak kesulitan dan pertikaian antara Gereja Barat dan Gereja Timur (Orthodox). Soal ini rumit sekali dan tidak dari semula disadari arti dan akibatnya. Para ahli teologi Barat, mulai dengan St Agustinus (354-430), biasanya mengajarkan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra (karena hubungan antara Roh Kudus dan Kristus). Tetapi secara resmi hal itu dimasukkan ke dalam Syahadat (bahasa Latin) baru oleh Konsili Lyon II tahun 1274. Pada tahun 1981 (perayaan 1600 tahun Konsili Konstantinopel I) Paus Yohanes Paulus II memberi izin menghilangkan kata-kata “dan Putra” dari syahadat Latin itu. Sebab dalam syahadat Yunani (dari tahun 381 itu) memang tidak ada kata “dan Putra”. Gereja Timur berpegang teguh pada pendapat bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa, sama seperti Putra.”

“Sebetulnya Gereja Barat secara prinsip juga tidak berkeberatan terhadap rumus Timur. Konsili Florence (1442) menyatakan : “Apapun Bapa dan apapun milik-Nya, Ia tidak punya dari yang lain, tetapi dari diri-Nya sendiri, Ia adalah dasar tanpa dasar. Apa pun Putra dan apa pun milik-Nya, Ia punya dari Bapa, Ia adalah dasar dari dasar. Apa pun Roh Kudus dan apa pun milik-Nya, Ia punya dari Bapa bersama dengan Putra. Tetapi Bapa dan Putra bukanlah dua dasar bagi Roh Kudus, melainkan satu dasar”.

B U N D A M A R I A

Disusun oleh Joseph Handoko



Membahas tentang Bunda Maria tidak dapat terlepas dari pembahasan mengenai Tuhan Yesus sendiri. Maria tidak dapat berdiri sendiri, karena tanpa dikaitkan dengan Yesus Maria tidak berarti apa-apa dan tidak ada kaitannya dengan keselamatan umat manusia. Justru karena terkait erat dengan Kristus Bunda Maria menempati kedudukan yang sangat penting dan istimewa dalam karya keselamatan yang dikaruniakan oleh Allah kepada umat manusia dan alam semesta.

Dalam pembahasan ini kita akan menempatkan Bunda Maria pada posisi yang tepat, tidak berlebihan seperti yang dilakukan oleh sebahagian umat Katholik yang bermaksud baik untuk menghormati Bunda Maria dan memberi devosi yang berlebihan sehingga keluar dari konteks ajaran theologi yang benar hingga kerap kali menyulitkan dalam memberikan jawaban kepada pertanyaan-pertanyaan umat yang kritis maupun yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai Bundanya .
Kelompok ini disebut sebagai Kristotipikal atau kelompok Maximalis yang cenderung mempersamakan Bunda Maria dengan Kristus.

Sebaliknya juga untuk saudara kita yang Protestan yang cenderung menganggap Bunda Maria tidak ada kaitannya dengan karya keselamatan Kristus dan hampir terlupakan dan bahkan nyaris dilupakan. Hanya disebut paling banyak setahun sekali, yaitu pada waktu Natal, hanya sebagai pelengkap cerita mengenai kelahiran bayi Yesus.
Kelompok ini disebut sebagai Eklesiotipikal atau kelompok Minimalis yang cenderung menghilangkan peran Bunda Maria dalam Gereja.

Devosi yang berlebihan maupun yang cenderung menghilangkan peranan Bunda Maria dalam karya keselamatan Kristus sangat membahayakan untuk kelompok atau orang yang bersangkutan.

Untuk mempelajari peranan Bunda Maria dalam keselamatan menurut iman Katolik sebaiknya kalau terlebih dahulu memahami pelajaran tentang Allah Tritunggal Mahakudus dan Keselamatan itu sendiri.



I I N K A R N A S I

Manusia pertama Adam dan Hawa telah jatuh kedalam dosa dengan melanggar perintah Allah untuk tidak makan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat dan menyeret seluruh umat manusia kedalam dosa dan kebinasaan. Untuk memulihkan kembali kekeadaan semula manusia tidak mampu dan tidak dapat melakukannya sendiri dengan cara apapun juga.

Kej 2 : 17  …”tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.”

Hanya Allah-lah yang dapat memulihkan kembali dan membawa umat manusia kekeadaan semula yaitu dengan cara mengutus AnakNya yang Tunggal, yaitu Sang Firman Allah ke dunia dan menjadi manusia. Peristiwa menjelmaNya Sang Firman menjadi manusia inilah yang dinamakan Inkarnasi.

Yoh 1 : 14  Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantar kita….

Peran Maria terkait dengan peristiwa misteri Inkarnasi ini, dimana Firman Allah telah mengambil jasad daging-kemanusiaan Maria ketika lahir kedunia, sehingga Yesus disebut sebagai “buah rahim” Maria,

Luk 1: 42  lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu…

dan sebaliknya Maria disebut sebagai “Ibu Tuhan”

Luk 1: 43  Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku ?

Ternyata dari kedua ayat diatas bayi yang dikandung oleh Perawan Maria, yaitu buah rahimnya adalah Tuhan sendiri.

Fakta inilah yang menyebabkan Gereja Katolik-Apostolik dalam Konsili Ekumenis yang ke III di Efesus tahun 431 mensahkan secara resmi bahwa Maria adalah “Theotokos” (Sang Pelahir Allah atau Bunda Allah), sebab memang konsisten dengan ajaran Alkitab. Gelar Bunda Allah ini menjadi gelar utama bagi devosi dan pemahaman Iman Katolik mengenai Maria.

Gelar ini bukan semata-mata pengangkatan manusia yang diberikan kepada Bunda Maria karena rasa hormat yang mendalam para peserta Konsili III di Efesus tersebut, tetapi secara teologis memang Maria adalah Bunda Allah.


II MARIA ADALAH BUNDA ALLAH (THEOTOKOS)

Dalam Pengakuan Iman Nikea-Konstantinopel, yang merupakan Syahadat Utama disebutkan Yesus Kristus adalah : Anak Allah yang Tunggal….Terang dari Terang….Allah benar (sejati)….sehakikat dengan Bapa. Dan Anak Allah yang sama ini yang lengkap dengan atribut ke-Ilahi-anNya ….dilahirkan oleh Perawan Maria.

Dengan demikian bayi yang bersemayam dalam rahim Perawan Maria saat ia mengandung bukan manusia biasa namun Ilahi sejati, yaitu “Anak Allah Yang Tunggal”,
atau Firman Allah sendiri yang sedang menjelma atau sedang mengenakan kejasmanian manusia. .

Dengan demikian Maria tidak sekedar menjadi Ibu seorang manusia biasa, namun Ibu dan Bunda dari “Allah Sejati”,yaitu Firman Allah yang sedang menjelma dan menjadi manusia .

Yoh 1 : 14 Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya,yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa.

Gal 4 : 4  Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.

Luk 1: 35  Jawab malaikat itu kepadanya :”Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.

Luk 1 : 42  lalu berseru dengan suara nyaring : “Diberkatilah engkau diantara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”


III KODRAT YESUS KRISTUS

Dari pembahasan diatas kita tahu bahwa Bayi Yesus yang dikandung Bunda Maria adalah Firman Allah, Sang Logos (Putra Bapa) adalah Allah yang Sejati, yang Satu Dzat-hakekat, Satu Kodrat dengan Sang Bapa.

Yoh 1:1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah

Ia turun dari surga menjadi manusia, tetapi disaat yang sama Ia adalah sepenuhnya Ilahi dalam kodratNya.

Kodrat kemanusiaan Yesus diambil dari kodrat kemanusiaan Bunda Maria sehingga sepenuhnya manusiawi.

Fil 2 : 7  …melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia

Ibr 2 : 14  Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka,………

Jadi Yesus Kristus adalah Allah sejati dan manusia sejati, kedua kodratNya tidak mengalami perubahan, pemisahan dan pencampur-bauran. Inkarnasi juga tidak membentuk sebuah kodrat baru, kodrat campuran (Ilahi-manusiawi). Ia tetap Allah dalam kodratNya dengan segala atributNya dan Ia juga adalah manusia sejati dengan segenap intelektualitas dan kelemahannya. Allah dan manusia dalam satu Pribadi : Manunggale kawulo-Gusti.

Inilah yang terjadi dalam rahim Maria dari Nazaret. Allah menjadi manusia sejati, manusia seutuhnya dengan segala kerentanannya. Menjadi manusia berarti Ia menjadi makhluk biasa yang tidak kebal terhadap kelemahan dan kekurangan, walaupun pada saat yang bersamaan Ia adalah Allah Sang Pencipta langit dan bumi. Ke-IlahianNya sebagai Putera Bapa tidak menambah, mengurangi atau meng-imunkan kualitas kemanusiaan Yesus Kristus. Demikian pula kemanusiaan Yesus Kristus tidak mempengaruhi ataupun mencemari Ke-Ilahian Sang Firman Allah. Atau dengan kata lain Sang Firman Allah menjadi manusia tanpa merubah sesuatupun dalam kemanusiaanNya.

Dengan demikian Ia (Sang Firman) turut merasakan setiap kelemahan yang dialami manusia tanpa campur tangan Ke-Ilahian dalam diriNya. Dan melalui karya keselamatan yang Ia lakukan didalam kemanusiaanNya, Ia memulihkan kemanusiaan tersebut kembali kepada kemuliaannya yang semula, yaitu kemuliaan pada waktu Adam dan Hawa dijadikan.

Kalau begitu apa hubungannya dengan Maria ? Dalam hal ini Maria berperan dalam gereja sebagai pagar dogmatis, yaitu melalui Maria dijamin bahwa Kristus yang sepenuhnya Ilahi itu adalah benar-benar sepenuhnya manusia. Bahwa kodrat kemanusiaan itu benar-benar diambil oleh Allah dari Maria untuk ber-inkarnasi, tubuh manusia yang benar, bukan sekedar lambang ataupun maya. Melalui Maria kita tahu bahwa Allah benar-benar nyata datang sebagi manusia sejati dan tinggal beserta kita. Dengan demikian dalam Tuhan Yesus Kristus ada Satu Pribadi dengan Dua Kodrat, yaitu Kodrat Ilahi dan kodrat manusiawi, namun Ia tidak berdosa.

1 Yoh 3 : 5  Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan didalam Dia tidak ada dosa.

2 Kor 5 : 21  Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.


IV PARTISIPASI MARIA DALAM MISTERI KESELAMATAN

Kita telah membahas tentang Inkarnasi, Bunda Allah dan Kodrat Yesus Kristus, dibawah ini akan diuraikan sekali lagi partisipasi Bunda Maria dalam Misteri Keselamatan yang dilakukan oleh Yesus Kristus seperti yang dinyatakan dalam Syahadat Nikea-Konstantinopel atau Syahadat Panjang

Firman Allah itu adalah Roh maka pada saat Ia menjelma menjadi manusia maka kemanusiaanNya pasti diambil dari Perawan Maria. Karena Firman Allah yang Roh itu tidak memiliki wujud kemanusiaan dan bukan manusia. Sebagai yang bukan manusia itu Ia turun dari surga….dilahirkan oleh Perawan Maria dan menjadi manusia. Berarti Maria telah ikut berpartisipasi dalam memberikan kemanusiaan kepada Firman Allah, agar Ia dapat disalibkan, wafat dan dimakamkan serta pada hari ketiga Ia bangkit menurut Kitab Suci. Dan tubuh yang telah diambil dari Perawan Maria dan dibangkitkan itu akhirnya dibawa naik ke surga serta duduk di sisi Bapa dan dengan tubuh yang telah dimuliakan yang asalnya dari Perawan Maria itulah nantinya Kristus akan kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati.

Kejasmanian yang menjadi sarana misteri keselamatan yang dilakukan oleh Firman Allah yang menjelma itu sebenarnya milik dan berasal dari Maria. Itulah sebabnya andil Maria bagi keselamatan manusia itu besar sekali, meskipun yang menjalankan keselamatan dengan mengalahkan kematian itu bukan pribadi Maria, tetapi pribadi Anak Allah yang telah mengambil kemanusiaanNya dari Perawan Maria. Jadi Maria bukan juruselamat, dan tidak pula ikut ambil bagian sebagai penebus.

Partisipasi Maria dalam misteri keselamatan ini bukan hanya sekedar pasif saja, dan bukan bertentangan dengan kehendak-bebasnya, namun sepenuhnya dan secara aktif melibatkan kehendak bebasnya. Ketika Malaikat Gabriel mewartakan bahwa Maria terpilih sebagai B u n d a dari Firman Allah yang menjelma (Luk 1: 31-35), adalah dalam hak dan kebebasan Maria sepenuhnya untuk menolak atau menerima tawaran dan pilihan tadi. Namun Maria memilih untuk taat dan menerima kehendak Ilahi ini secara sukarela :

Luk 1 : 38  Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu”


V NUBUAT TENTANG MARIA


1. PERJANJIAN ALLAH KEPADA ADAM DAN HAWA

Pada saat Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa pada saat itu juga Allah Yang Mahapengasih sudah merencanakan keselamatan untuk umat manusia dengan menjanjikan keselamatan melalui AnakNya yang digenapi oleh Maria.

Kej 3 : 15  Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturuanannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.

Nubuatan dari Kitab Kejadian ini terkenal karena mempunyai makna Mesianik (menggambarkan kedatangan Juruselamat) karena itu ayat ini banyak disebut sebagai : “Proto-Evangelion” atau Injil Pertama, karena pada saat kejatuhan manusia yang pertama Allah sudah menjanjikan Injil atau Kabar Gembira tentang keselamatan.
Kata perempuan ini dalam bahasa Yunani adalah tis ginekos, yang berarti perempuan tertentu (bah. Inggris: certain). Jadi jelas bukan Hawa tetapi perempuan lain yang identitasnya paling tidak sudah diketahui oleh Allah.

Juga disebutkan dalam ayat tersebut antara keturunanmu (keturunan si ular) dan keturunannya (keturunan perempuan). Ini agak janggal sebab dalam budaya Semitik di Timur Tengah, keturunan selalu menurut garis laki-laki. Tetapi disini secara jelas yang dimaksud dengan “keturunannya” adalah keturunan perempuan. Dan dalam Kitab Suci Semitik (Yahudi, Kristen dan Islam) hanya ada satu perempuan saja yang diketahui mengandung tanpa benih laki-laki dan dia adalah Maria dari Nazaret.


2 PERJANJIAN KEPADA ABRAHAM

Proto-Evangelion ini makin diperjelas melalui Perjanjian Allah dengan Abraham mengenai keturunannya dalam jalur Ishak, yang melalui-Nya seluruh kaum di muka bumi akan diberkati :

Kej 12 : 1-3 Berfirmanlah TUHAN kepada Abram :…..engkau akan menjadi berkat…. olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.
Janji bahwa Abraham akan menjadi berkat bagi semua umat manusia itu akan terjadi melalui Perjanjian kekal Allah yang akan dilanjutkan melalui jalur Ishak :

Kej 17 : 19  …engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan Perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya.

Perjanjian kekal untuk keturunan Ishak inilah yang juga perjanjian kekal untuk keturunan Abraham itu juga :

Kej 22 : 18  Oleh keturunanmulah semua bangsa akan mendapat berkat……

Jadi Abraham menjadi berkat bagi segenap bangsa melalui “keturunan” ini, dan “keturunan” ini tak lain adalah “keturunan” Ishak juga, yang baginya Perjanjian kekal Allah diperuntukkan. “Keturunan Abraham” dalam jalur Ishak ini dijelaskan dalam Alkitab sebagai berikut :

Gal 3 : 16  Adapun kepada Abraham diucapkan segala janji itu dan kepada keturunannya. Tidak dikatakan “kepada keturunan-keturunannya” seolah-olah dimaksud banyak orang, tetapi hanya satu orang : “dan kepada keturunanmu”, yaitu Kristus.

Kristus-lah “Keturunan Abraham” itu. Maka sebagai Firman yang turun ke bumi menjadi keturunan Abraham, haruslah Dia dilahirkan oleh seorang wanita yang juga memiliki “gen” Abraham, serta berasal dari bangsa keturunan Abraham dari jalur Ishak.

Berdasarkan data Alkitab, Ibu Messias, Ibu Sang Peremuk Kepala Ular tak mungkin seorang wanita yang berasal dari bangsa apa saja, atau hanya kebetulan saja berasal dari bangsa Israel, sebab nubuat membatasi asal-usul Messias, jadi termasuk juga asal-usul Ibu yang melahirkan-Nya, yaitu dari keturunan Abraham dari jalur Ishak, yaitu dari bangsa Israel, bukan bangsa yang lain.



3. PERJANJIAN KEPADA DAUD

Kita tahu Abraham mempunyai dua orang anak, Ismael dan Ishak dan Ishak inilah yang memperanakkan Yakub yang disebut Israel. Dari keturunan Israel inilah akan lahir Daud, seorang raja dan nabi. Kepada Daud ini Allah menjanjikan kekekalan kerajaannya didalam diri keturunannya:

2 Sam 7 : 8-14  …kepada hamba-Ku Daud : beginilah firman TUHAN semesta alam:….Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan AKU akan mengokohkan kerajaannya untuk selama-lamanya. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku.

Janji ini jelas bukan untuk Salomo, anak langsung dari Daud atau raja-raja Israel keturunan Daud lainnya sebab setelah Salomo meninggal kerajaan Daud itu pecah menjadi dua dan kemudian dilenyapkan oleh bangsa Assyria dan Babilonia. Maka janji yang mengatakan : “takhta kerajaannya untuk selama-lamanya” tidak dapat dikenakan kepada raja Israel keturunan Daud manapun. Jadi jelas mestinya akan ada keturunan Daud yang akan memiliki Kerajaan kekal dan kokoh yang sekaligus adalah Anak Allah, itulah Yesus Kristus

Luk 1:32-33  “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepadaNya takhta Daud, bapa leluhurNya, 33 dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan KerajaanNya tidak akan berkesudahan.”

Itulah sebabnya sebagai Almasih atau Messias selama hidup-Nya di atas bumi ini Yesus Kristus sering disebut sebagai Anak Daud.

Rom 1 : 3  …tentang AnakNya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud,….

2 Tim 2 : 8  Ingatlah ini : Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.

Jika Messias yang “Keturunan Perempuan” dan “Keturunan Abraham” itu juga harus menjadi “Keturunan Daud”, maka perempuan yang menurunkan Messias itu disamping harus menjadi keturunan Abraham, harus pula berasal dari keturunan Daud. Perempuan Ibu Messias itu harus datang dari bangsa Israel keturunan Daud, bukan keturunan sembarang orang, bahkan jika wanita itu datang dari antara suku-suku didalam bangsa Israel itupun, dia harus dari jalur Daud.

Jadi jelas wanita Ibu Messias itu sudah tertentu orangnya sesuai dengan rencana Allah seperti yang dijanjikan-Nya. Allah tak berkarya secara acak atau sembarangan . Dia tak memilih Ibu Messias asal kena, namun memilih wanita yang sesuai dengan ciri-ciri yang telah diwahyukan kepada Adam dan Hawa, juga kepada Abraham dan Daud

Berarti Maria itu sudah ditentukan Allah dalam proses kelahiran Firman-Nya yang turun ke bumi sebagai manusia, sesuai dengan rencana dan janji-Nya


4. NUBUAT NABI

Dari data Alkitab telah diungkapkan tentang siapa Ibu Sang Messias melalui Perjanjian-perjanjian Allah kepada Adam-Hawa, Abraham, Ishak, Yakub dan Daud.

Lewat nubuat nabi Yesaya dipertegas bahwa perempuan yang akan melahirkan Sang Messias itu adalah seorang perempuan muda yang masih dara, yaitu gadis yang masih perawan,yang murni, suci, tidak pernah disentuh laki-laki. Dara muda ini berasal dari umat Yahudi keturunan Daud.

Yes 7 : 14  Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda : Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.

Mat 1: 23  Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan mereka akan menamakan Dia Imanuel – yang berarti Allah menyertai kita.

Catatan : Dalam bahasa Yunani, yaitu bahasa asli Kitab Suci Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama (Septuaginta) dituliskan untuk kedua ayat diatas “Parthenos” = perawan, gadis, sedangkan perempuan muda = “Neharis”

Perempuan muda yang masih dara atau perawan itulah yang akan menjadi Ibu Messias, yang adalah Imanuel, yaitu Allah yang menyertai kita karena :

Yoh 1 : 1  Firman itu adalah Allah.

Berarti nubuat ini menunjuk kepada pribadi yang sudah tertentu, yang dalam keadaan perawan mengandung dan melahirkan, dan anaknyapun adalah Allah (Firman Allah) yang menyertai kita.


5. BERASAL DARI BETHLEHEM

Perempuan muda atau anak dara yang akan melahirkan Messias itu haruslah dari keturunan Daud. Kemungkinan acaknya akan makin dipersempit lagi dengan adanya nubuat tentang asal-usul Messias harus dari Bethlehem, sebagaimana yang dinubuatkan dalam Kitab Nabi Mikha sebagai berikut :

Mik 5 : 2  Tetapi engkau, hai Bethlehem Efrata, hai kamu yang terkecil diantara kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagiKu seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.

Catatan : Bethlehem berasal dari kata Beth dan Lehem, beth = bait = rumah, sedang lehem=lahim= daging
atau bisa dimaknai sebagai roti. Jadi Bethlehem secara harafiah bisa diartikan sebagai Rumah Daging. Kalau begitu jelas nubuat tentang Firman Allah menjadi Daging (Manusia) sudah sejak zaman Nabi Mika sudah dikatakan akan dipenuhi di kota Bethlehem.

Siapakah pemimpin kaum Yehuda yang akan bangkit dari Bethlehem yang permulaannya sudah “sejak purbakala, sejak dahulu kala” ini ? Itulah Yesus Kristus, Alkitab mengatakan demikian :

Ibr 7 : 14  Sebab telah diketahui semua orang, bahwa Tuhan kita berasal dari suku Yehuda…….

Why 5 : 5  Sesungguhnya singa dari Yehuda, yaitu tunas Daud telah menang…….

Yesus Kristus adalah Tunas Daud dan Ia berasal dari Yehuda, serta Ia berasal dari “purbakala, sejak dahulu kala”, karena sebenarnya Ia adalah Firman Allah yang kekal yang sudah ada sebelum dunia ini ada :

Yoh 17 : 5  Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku padaMu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadiratMu sebelum dunia ada

Demikian pula Dia lahir di Bethlehem, sebagaimana yang dikatakan :

Mat 2 : 1  Sesudah Yesus dilahirkan di Bethlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes……

Dengan demikian Maria harus pula berada di Bethlehem ketika Yesus lahir. Dengan demikian makin mempersempit kemungkinan untuk berpendapat bahwa wanita yang akan melahirkan Yesus itu dapat dipilih secara acak.

Ia harus Perempuan yang melahirkan tanpa benih pria, ia harus keturunan Abraham dari jalur Ishak, ia harus keturunan Yakub sebab ia orang Israel, ia harus dari suku Yehuda, ia harus keturunan Daud, ia harus seorang anak dara dan ia harus berada di Bethlehem ketika Yesus lahir.

Syarat nubuat yang demikian tak bisa tidak hanya bisa digenapi oleh Maria saja. Kalau begitu, jelas Maria telah diketahui dan direncanakan Allah sejak awal kejatuhan Adam dan Hawa di Taman Eden.


VI PENGHORMATAN KEPADA BUNDA MARIA DALAM ALKITAB

Dari data Alkitab kita mempunyai alasan dan dasar kuat untuk membuat kita menghormati Bunda Maria.


1 DARI UCAPAN BUNDA MARIA SENDIRI :

Luk 1 : 48 sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia
.
Luk 1 : 49  karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan namaNya adalah kudus.

Kata-kata “segala keturunan” berarti bahwa menghormati Sang Perawan ini adalah keyakinan yang sangat penting yang dimulai dari saat kelahiran Kristus dan akan berlanjut sampai tetap adanya keturunan manusia yang terakhir, diakhir zaman nanti.

Dari kedua ayat diatas kita akan menarik beberapa landasan Alkitabiah bagi theologi Kristen mengenai penghormatan kita terhadap Maria. Maria selalu mengaku dirinya sebagai “hamba Tuhan” atau “hamba Allah” seperti yang kita lihat dalam ayat dibawah ini,

Luk 1 : 38  Kata Maria : “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu”. Lalu malaikat itu meninggalkan dia.

Dan sebagai hamba Tuhan atau hamba Allah, Maria berada dalam “kerendahan” yang tak memiliki apapun untuk dibanggakan. Namun justru dalam kerendahan dirinya itulah Allah “memperhatikan kerendahan hambaNya” itu melalui “perbuatan-perbuatan besar” kepada Maria. Perbuatan besar itu tadi adalah “pemilihan” Maria untuk menjadi Ibu dari Firman Allah yang menjelma, dan “dikenakanNya” benih kemanusiaannya oleh Firman Allah tadi sehingga penjelmaan Firman Allah sebagai bayi itu disebut sebagai “buah rahim” Maria , dan Maria sendiri disebut sebagai “Ibu Tuhan” seperti terlihat pada ayat Alkitab dibawah ini,

Luk 1 : 42  ….lalu berseru dengan suara nyaring : “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”

Luk 1 : 43  Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku ?


Perbuatan-perbuatan besar Allah ini adalah “misteri” penjelmaan Firman Allah menjadi manusia, sedangkan Maria sendiri tetap sebagai “hamba Allah” yang “rendah”.
Sehingga karena “perbuatan-perbuatan besar” Allah kepada Maria yang sebelumnya belum pernah terjadi dan sesudahnya tak akan pernah lagi terjadi adanya wanita lain yang mengalami seperti itu, maka Maria disebut sebagai “diberkati di antara semua perempuan” Artinya dari semua perempuan yang pernah hidup, baik sebelum maupun sesudah Maria, dia tetap satu-satunya yang terberkati.

Namun Maria dalam dirinya sendiri tetaplah “hamba Allah/Tuhan” yang “rendah”,
tapi karena “perbuatan-perbuatan besar” yang dilakukan Allah kepada Maria menyebabkan Maria menjadi yang terberkati dalam karya Penjelmaan Firman Allah dalam rahimnya.

Hal inilah yang dimaksud oleh Maria dalam kata-katanya dalam (Luk 1 : 48-49) di atas : “….mulai dari sekarang (yaitu, sejak peristiwa Penjelmaan Sang Firman Allah dalam rahimnya) segala keturunan (yaitu, selagi masih ada manusia dilahirkan sampai akhir jaman nanti) akan menyebut aku berbahagia ( bahasa aslinya, Yunani : makariousi me = menyampaikan salam bahagia bagiku), karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku….”

Jadi sejak peristiwa Inkarnasi Almasih dalam rahim Maria itu sampai akhir jaman nanti “segala keturunan” manusia akan menyampaikan salam bahagia kepada Bunda Maria.


2 PERNYATAAN SANTA ELISABET KEPADA BUNDA MARIA : (Lihat Luk 1 : 42-43 di atas).

Ketika itu umur St Elisabet kira-kira sama dengan umur ibunda Bunda Maria, yaitu St Anna, yaitu sekitar 70 tahun. Bagaimana mungkin seorang yang umurnya jauh lebih tua mengatakan “Siapakah aku ini .....?” kepada wanita yang jauh lebih muda. Itu menunjukkan bagaimana ia merasa tidak layak dikunjungi Maria jikalau Elisabet tidak melihat suatu kebesaran dan keagungan didalam diri Maria.

Ia juga menyebut Maria sebagai “Ibu Tuhan”. Lagi pula bagaimana hanya dengan mendengar salam dari Maria saja Elisabet langsung dipenuhi Roh Kudus dan menyebabkan bayi dalam rahimnya melonjak. Alangkah berkuasanya salam dari wanita muda ini.

Luk 1 : 41  Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang didalam rahimnya dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus.

Sang Perawan Suci dihormati bukan hanya oleh manusia saja, tetapi juga oleh malaikat, yaitu oleh malaikat Gabriel,

Luk 1 : 28  Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata : “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau”

Kita perhatikan bahwa malaikat berbicara kepada Sang Perawan Maria dengan sikap jauh lebih hormat dibandingkan ketika berbicara dengan Zakharia sang imam (Luk 1 : 13)


VII MARIA MEMBANTU MENDOAKAN MANUSIA

Dapatkah Bunda Maria membantu mendoakan kita ? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini marilah kita membahas terlebih dahulu beberapa hal dibawah ini :

1 MANUSIA HIDUP WALAUPUN SUDAH MATI

Kitab Suci mengatakan orang tetap hidup walaupun telah mati.

Mat 22 : 31  Tetapi tentang kebankitan orang-orang mati tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah, ketika Ia bersabda :

Mat 22 : 32  Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub ? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup.

Mrk 12 : 26  Dan juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidaklah kamu baca dalam kitab Musa, tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya : Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub ?

Mrk 12 : 27  Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup.....

Pada saat ayat-ayat diatas ditulis Abraham, Ishak dan Yakub sudah lama meninggal, tapi walaupun demikian Allah mengatakan DiriNya sebagai Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub dan sekaligus menyatakan sebagai Allah orang hidup. Jadi Allah menyatakan Abraham, Ishak dan Yakub yang telah mati itu sebagai masih hidup.

Hal serupa dinyatakan oleh Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes sebagai berikut :

Yoh 11: 25  Jawab Yesus :”Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,

Yoh 11 : 26  dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini ?”

Dimana orang-orang yang telah meninggal ini berada ? Mereka berkumpul di Bukit Sion di Yerusalem sorgawi,

Ibr 12 : 22-23  Tetapi kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat (gereja) anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna,

Ef 2 : 6  dan didalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga,

Bukan saja yang telah meninggal yang berkumpul di Bukit Sion tapi ternyata yang masih hiduppun sudah datang . Berarti Tubuh Mulia, yaitu Kristus yang sekarang di sorga itu juga Kepala bukan hanya dari mereka yang sudah di sorga, namun juga yang berada di bumi dalam Gereja yang satu, berarti sorga dan bumi itu telah dipersatukan dengan Kristus sebagai Kepala seperti dinyatakan dalam ayat dibawah ini,

Ef 1 : 10  sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi.

Karena itu anggauta Gereja di bumipun disebut sebagai orang-orang kudus,

Rom 1 : 7  Kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus ......

Kis 9 : 32  Pada waktu itu Petrus berjalan keliling, mengadakan kunjungan ke mana-mana. Dalam perjalanan itu ia singgah juga kepada orang-orang kudus yang di Lida



2 SALING MEMBANTU MENDOAKAN DIANTARA UMAT

Saling membantu mendoakan diantara umat merupakan hal biasa, bahkan sangat dianjurkan oleh para Rasul. Marilah kita periksa beberapa ayat di bawah ini,

Yak 5 : 16  Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.

2 Tes 3 : 1  Selanjutnya, saudara-saudara, berdoalah untuk kami,.....

Ibr 13 : 18  Berdoalah terus untuk kami;......

Ef 6 : 18  …berdoalah setiap waktu dalam Roh dan berjaga-jagalah didalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang kudus.

Permohonan untuk saling mendoakan itu begitu banyak di dalam Alkitab, dan secara prinsip kita melihat bahwa orang kudus itu saling mendoakan. Orang kudus meminta doa ummat, dan tentunya ummat boleh meminta kepada orang kudus untuk didoakan. Dengan demikian tampaklah kesatuan Gereja itu, yaitu yang di dunia maupun yang di sorga dalam hidup doa ini.

Orang-orang kudus ini tidak berwujud fisik, tetapi berwujud roh-roh dan mereka disebut Gereja, berarti mereka ada secara nyata, sama nyatanya dengan kita hanya dalam dimensi alam yang lain.

Ibr 12 : 23  ….roh-roh orang orang benar yang telah menjadi sempurna.

Jadi jelas kalau mendoakan dan minta didoakan antara ummat gereja yang masih di dunia ini sangat dianjurkan, apalagi terhadap orang-orang benar yang telah menjadi sempurna,yaitu orang-orang kudus yang telah di alam lain.

Kita tahu dari semua orang kudus, Bunda Maria-lah yang paling kudus dan paling ditinggikan. Jadi minta bantuan doa dari Bunda yang terkudus ini memang sudah pada tempatnya dan sangat dianjurkan.


3 KEPENGANTARAAN BUNDA MARIA TIDAK SAMA DENGAN
KEPENGANTARAAN KRISTUS

Uraian diatas menerangkan kepengantaraan Bunda Maria, orang-orang kudus dan para malaikat adalah dalam membantu mendoakan dan berdoa syafaat untuk kita manusia. Jadi tidak ada sangkut paut dengan kepengantaraan penebusan dan keselamatan yang banyak disalah mengerti oleh banyak orang.

Berbeda dengan kepengantaraan Kristus yang benar-benar adalah kepengantaraan Penebusan dan Keselamatan. Dan untuk ini Tuhan Yesus adalah satu-satunya Pengantara
antara manusia dan Allah,

1 Tim 2 : 5  Karena Allah itu esa dan esa pula yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus

1 Tim 2 : 6  yang telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan bagi semua manusia…..

Ibr 9 : 15  Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang terpanggil dapat menerima bagian kekal yang dijanjikan, sebab Ia telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama.

Mat 20:28  …sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.

Untuk dapat menjadi Pengantara antara Allah dan manusia dan tebusan bagi semua orang, Yesus harus mempunyai sepenuhnya kodrat Ilahi dan sepenuhnya kodrat manusiawi agar dapat menghubungkan antara Allah dan manusia,


Kol 2 : 9  Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allah-an.


Ibr 2 : 17  Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.

Fil 2 : 7  …melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan menusia.

Dari ayat-ayat diatas ternyata Yesuslah satu-satunya yang memiliki dua kodrat tersebut dan menjadi Pengantara antara Allah dan manusia, dan bukan pengantara doa seperti Bunda Maria.


VIII MARIA SELALU PERAWAN

Masalah keperawanan Maria merupakan topic yang controversial bukan saja datang dari pengikut Protestan tapi juga antara kaum Katholik sendiri. Bagi saudara saudara kita yang Protestan soal keperawanan Bunda Maria adalah tidak penting dan mereka tidak perduli dan merasa tidak mempunyai kepentingan apapun.

Sementara sebagian besar umat Katholik atau boleh dikatakan seluruhnya mempercayai Bunda Maria selalu atau tetap Perawan, baik sebelum mengandung, selama mengandung dan setelah melahirkan Sang Juru Selamat (Semper Virgine).

Banyak hal yang perlu dijelaskan untuk menjawab pertanyaan dan keberatan dari kelompok yang tidak percaya atau yang meragukan mengenai Ketetap-perawanan Bunda Maria sebagai berikut:

1 KATA “SAMPAI”

Injil Matius mencatat :

Mat 1 : 24-25 :  Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintakan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagi isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.

Kedua ayat di atas selalu dipakai untuk menentang pengajaran Gereja tentang Keperawanan Maria yang kekal. Menurut mereka kata “sampai” disini berarti setelah Maria melahirkan Yesus, maka Yusuf bersetubuh dengan Maria dan melahirkan saudara-saudara Yesus.

Dalam bahasa Yunani, kata “sampai” ini digunakan kata “eos” yang dalam terjemahan di atas mempunyai arti “sampai pada waktu yang tidak terbatas” atau lebih tepat diterjemahkan sebagai “Sampaipun”.

Kata “eos” ini dipakai juga didalam ayat-ayat yang berbeda, contoh yang paling jelas seperti terdapat pada ayat-ayat berikut ini,

Mat 28 : 19-20  Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai (eos) kepada akhir zaman.

Tentunya disini “sampai” atau “eos” diartikan “sampai kapanpun” atau untuk waktu yang tidak terbatas Yesus menyertai kita .

Mari kita lihat ayat yang lain,

Ibr 1 : 13  Dan kepada siapakah di antara malaikat itu pernah Ia berkata:”Duduklah disebelah kanan-Ku, sampai (eos) Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu?”

Disini kata “sampai” (eos) tidak berarti setelah semua musuh-musuh Kristus diletakkan dibawah kaki Kristus, Kristus akan berhenti duduk di sebelah kanan Allah Bapa.

Satu contoh ayat lagi dari Kitab Perjanjian Lama,

Ul 34 : 6  Dan dikuburkanNya-lah dia (Musa) disuatu lembah di tanah Moab, ditentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai (eos) hari ini.

Ini tidak berarti orang tidak tahu kubur Musa hanya sampai hari ini saja dan besok akan tahu, tapi untuk selamanya orang tidak tahu dimana kubur Musa.

Demikian pula dalam Injil Matius diatas,

Mat 1 : 24-25  Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai (eos) ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.

Berarti setelah Maria melahirkan Yesus, Yusuf tetap tidak bersetubuh dengan Maria .Inilah yang menjadi dasar pengajaran Gereja mengenai keperawanan kekal Bunda Maria.


2 SAUDARA SAUDARA YESUS

Mrk 6 : 3  Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon ? Dan bukankah saudara-saudaraNya yang perempuan ada bersama kita ? Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.

Alkitab menyebut Yakobus, Yoses (Yusuf), Yudas dan Simon adalah saudara-saudara Yesus tapi tidak pernah menyebut mereka anak-anak Maria sebab mereka memang bukan anak-anak Maria.

Dalam bahasa Yunani kata saudara adalah adelphos yang berarti satu rahim atau berasal dari rahim yang sama, atau berarti saudara kandung. Tetapi dengan berjalannya waktu kata adelphos atau saudara ini berkembang dan memiliki arti baru untuk bermacam-macam penggunaan, yaitu: 1 Saudara kandung, 2 Saudara sebangsa, 3 Saudara dalam hubungan kekerabatan atau famili, 4 Saudara dalam kasih.

Dalam Kitab Suci-pun kata adelphos atau saudara dipakai untuk ke-empat macam penggunaan tersebut,

1 Saudara kandung,

Contoh saudara kandung : Esau dan Yakub, Petrus dan Andreas, Yakobus dan Yohanes.


2 Saudara sebangsa,

Ul 17 : 15  Maka hanyalah raja yang dipilih Allah, Tuhanmu, yang harus kauangkat atasmu. Dari tengah-tengah saudara-saudaramu haruslah engkau mengangkat seorang raja atasmu; seorang asing yang bukan saudaramu tidaklah boleh kau angkat atasmu.

Rom 9 : 3,4  Bahkan aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani. Sebab mereka adalah orang Israel.


3 Saudara sebagai hubungan kekerabatan atau famili,

Kej 13 : 8 (Terjemahan lama)  Maka berkatalah Abram kepada Lot :”Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini bersaudara”


Kej 14 : 16 (Terjemahan lama)  Dibawanyalah kembali segala harta benda itu; juga Lot, saudaranya itu.
Kita tahu bahwa Lot adalah kemenakan Abraham, tetapi dalam ayat di atas Abraham menyebut Lot dengan sebutan “saudara”


4 Persaudaraan oleh kasih,

Yoh 20 : 17  Kata Yesus kepadanya :”Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudaraKu dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu”


Kalau Yakobus, Yoses (Yusuf), Yudas dan Simon bukan anak Bunda Maria, anak siapakah mereka ? Mari kita selidiki ayat-ayat Alkitab tentang kejadian disekitar kubur Yesus dibawah ini :

Mrk 16 : 1  Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus

Mat 27 : 61  Tetapi Maria Magdalena dan Maria yang lain tinggal disitu duduk didepan kubur itu.

Mat 28 : 1  Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu.

Mat 27: 5  Di antara mereka terdapat Maria Magdalena, dan Maria ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus.

Parallel dengan ayat terakhir ini adalah :

Mrk 15 : 47  Maria Magdalena dan Maria ibu Yoses melihat dimana Yesus dibaringkan


Dari ke 5 ayat diatas nama Maria Magdalena selalu disebut dan yang selalu menyertai Maria Magdalena adalah “Maria yang lain” atau “Maria ibu Yakobus” atau “Maria ibu Yoses” atau “Maria ibu Yakobus dan Yusuf”

Yoses adalah nama Yunani dari Yusuf, jadi Yoses sama dengan Yusuf. Ternyata dari ayat-ayat diatas terbukti bahwa ibu dari Yakobus dan Yoses atau Yusuf yang disebut “saudara-saudara Yesus” juga bernama Maria dan disebut juga sebagai Maria yang lain, bukan Maria ibu Yesus.

Dari kejadian disekitar penyaliban Tuhan Yesus tercatat di Alkitab sebagai berikut,

Luk 23 : 49  Semua orang yang mengenal Yesus termasuk perempuan-perempuan yang mengikuti Dia dari Galilea, berdiri jauh-jauh dan melihat semuanya itu.

Luk 24 : 10  Perempuan-perempuan itu adalah Maria dari Magdala, dan Yohana dan Maria ibu Yakobus.

Yoh 19 : 25  Dan dekat salib Yesus berdirilah ibu-Nya, dan saudara ibu-Nya, Maria isteri Kleopas, dan Maria Magdalena.

Dari ayat-ayat tersebut diatas Maria ibu Yakobus dan Yoses (Yusuf) juga disebut sebagai Maria yang lain yang ternyata juga sebagai isteri Kleopas, selalu beserta Maria Magdalena dalam peristiwa penyaliban, kematian dan penguburan Yesus.

Kalau begitu Yakobus dan Yoses (Yusuf) adalah anak Maria isteri Kleopas, berarti kemenakan Maria ibu Yesus. Jadi yang disebut saudara-saudara Yesus ternyata adalah saudara sepupu Yesus atau saudara dalam hubungan kekerabatan (famili), bukan saudara kandung.

Itulah sebabnya gereja menyatakan Maria “Selalu Perawan” karena Maria tidak mempunyai anak lain selain Yesus.

Bukti lain lagi bahwa Maria tidak mempunyai anak lagi selain Yesus, dapat kita jumpai dalam,

Yoh 19 : 26-27  Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya disampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya:”Ibu, inilah anakmu !” Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya : “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

Bagi orang Yahudi sangat tidak lazim bagi seorang ibu yang masih mempunyai anak kandung untuk tinggal dan hidup dengan orang lain yang bukan anaknya. Jadi permintaan Yesus agar ibu-Nya tinggal dan hidup bersama Yohanes membuktikan bahwa Maria tidak punya anak lain kecuali Yesus sendiri.


3 ANAK SULUNG

Argumentasi lain yang dipakai untuk membuktikan bahwa Bunda Maria mempunyai anak yang lain, yalah pernyataan didalam Alkitab yang menyebut Yesus sebagai anak sulung, artinya Yesus mempunyai adik-adik.

Luk 2 : 7  dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya dalam palungan,....

Luk 2 : 21-24  Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya. Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yeruslem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan : Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah, dan untuk mempersembahkan kurban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati.

Jadi disimpulkan, setelah Yesus lahir, Maria berhubungan dengan Yusuf suaminya, dan melahirkan anak-anak lain selain Yesus, sehingga Bunda Maria tidak “Tetap Perawan”.

Tetapi dalam bahasa hukum Taurat : anak laki-laki sulung tidak diartikan, bahwa sesudah anak yang sulung itu pasti ada adiknya yang menyusul. Mari kita memeriksa ayat Alkitab di bawah ini,

Kel 13 : 12  Kuduskanlah bagi-Ku semua anak sulung, semua yang lahir dahulu dari pada kandungan orang Israel, baik pada manusia maupun pada hewan, Akulah yang empunya mereka.... maka haruslah engkau persembahkan bagi Tuhan segala yang lahir terdahulu dari kandungan, juga setiap kali ada hewan yang kaupunyai beranak pertama kali – anak jantan yang sulung adalah bagi Tuhan.

Jadi yang diartikan sebagai anak sulung ialah anak yang membuka kandungan ibunya untuk pertama kalinya, tanpa harus si ibu mempunyai anak berikutnya.





IX TIPOLOGI (PRALAMBANG) & NUBUAT TENTANG KEPERAWANAN
BUNDA MARIA DALAM KITAB SUCI


Tipologi adalah pencocokan atau pralambang tipe-tipe orang, keadaan, kejadian dan sebagainya di Kitab Perjanjian Lama dengan tipe-tipe orang, keadaan, kejadian dan sebagainya di Kitab Perjanjian Baru, contoh : pribadi-pribadi nabi dalam KPL sebagai tipologi Messias dalam KPB, terutama Musa.

Ada banyak tipologi tentang Bunda Maria dalam kaitannya dengan Inkarnasi Firman Allah dalam dirinya terutama tentang ke-Perawanan-nya yang kekal.


1 SORGA KEDUA

Dengan peristiwa inkarnasi Allah didalam Firman-Nya yang kekal telah bersemayam dalam rahim Maria, padahal Allah Maha tak terhingga dan tak terbatas seperti yang dikatakan oleh Alkitab dibawah ini,

1 Raj 8 : 27 “Sesungguhnya langit (sorga), bahkan langit (sorga) yang mengatasi segala langit (segala sorga)-pun tidak dapat memuat Engkau......”

Sorga sendiri tak dapat memuat Allah, namun dalam rahim Maria, Allah Sang Firman telah termuat dan terkandung, itulah sebabnya Maria dalam bahasa theologis disebut “Lebih Luas dari Sorga” (Platytera Toon Ouranoon) bahkan disebut “Sorga Kedua”


2 SEBUTAN BUNDA MARIA

Kota Sion adalah kota dimana Allah bersemayam, maka dengan bersemayam-Nya Firman Allah didalam rahimnya, maka Gereja juga menyebut Maria sebagai “Kota Allah” atau “Sion” bahkan disebut “Putri Sion”

Mzm 87 :3,5  Hal-hal yang mulia dikatakan tentang engkau, ya Kota Allah.....
Tetapi tentang Sion dikatakan :”Seorang demi seorang dilahirkan didalamnya, dan Dia, Yang Mahatinggi menegakkannya”

Bunda Maria juga disebut “Bait Allah” karena Firman Allah telah berdiam didalam rahimnya. Dengan demikian Bunda Maria merupakan cikal bakal Gereja. Itulah sebabnya Bunda Maria diberi gelar sebagai Bunda Gereja yang akan melahirkan Gereja yang sesungguhnya, yaitu Tubuh Kristus, umat Allah.

Ef 1 : 23  Jemaat (Gereja) yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.

Kol 1 : 18  Ia-lah kepala tubuh, yaitu jemaat (gereja). Ia-lah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.


Ef 5 : 30  karena kita adalah anggota tubuhNya


Selanjutnya marilah kita teliti ayat-ayat Alkitab dibawah ini,


2 Kor 11: 2  Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi. Karena aku telah mempertunangkan kamu sebagai perawan suci kepada Kristus

Gal 4 : 26,27  Tetapi Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita. Karena ada tertulis.......bersorak-sorailah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin

Jadi Maria mempunyai peranan sekaligus sebagai seorang ibu dan seorang perawan, yang dilambangkan sebagai Kota Allah atau Sion, yaitu Yerusalem Baru atau Yerusalem Sorgawi yang adalah lambang Gereja itu sendiri.

Peran Bunda Maria sebagai Bunda Gereja dipertegas oleh Tuhan Yesus sendiri ketika Ia disalib,

Yoh 19 : 26,27  Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: ”Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya: ”Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

Dengan jelas Tuhan Yesus menyatakan kepada muridNya : “ Ibu inilah anakmu (rasul-rasul atau orang percaya) dan…….kepada muridNya (rasul-rasul atau orang percaya) ….” Inilah ibumu” (Bunda Maria).

Itulah sebabnya kita sebagai murid-murid Tuhan (orang percaya) secara eklesiologis mempunyai seorang ibu yaitu Bunda Maria, Bunda orang percaya.

Catatan: 1 2 Kor 11 : 2  Menggambarkan hubungan cinta kasih antara Kristus sebagai Pengantin Pria dan Gereja atau masing-masing orang Kristen, yaitu umat sebagai Perawan Suci.
Karena Bunda Maria merupakan Bait Allah atau cikal bakal Gereja, bahkan sebagai Gereja itu sendiri, maka Perawan Suci dalam ayat ini menggambarkan juga Bunda Maria sendiri.

2 Bandingkan Gal 4 : 27 diatas dengan Yes 66 : 7  Sebelum menggeliat sakit, ia sudah bersalin, sebelum mengalami sakit beranak, ia sudah melahirkan anak laki-laki.
Ini adalah nubuat dari Bunda Maria yang tidak mengalami kesakitan pada waktu melahirkan karena telah disucikan dari dosa pada saat ia mengandung Yesus (lihat Kej 3 : 16). Juga diimani bahwa Sang Bayi Yesus yang adalah Firman Allah Sang Pencipta dan Pemelihara tidak akan merusak rahim BundaNya, sehingga Bunda Maria tetap perawan setelah melahirkan.


Maria, Perawan Suci adalah Gereja, Pengantin Anak Domba sendiri dan sekaligus Bunda Gereja..

Sebagai Bunda Gereja, yaitu Ibu yang melalui pelayanan pemberitaan dan sakramennya manusia dilahirkan baru lewat sakramen Baptisan di dalam Kristus oleh Roh Kudus seperti dinyatakan oleh ayat ayat dibawah ini,

Rom 6 : 3-4  Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian,supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup baru.

Kis 2 : 42  Mereka bertekun dalam pengajaran (warta firman) rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti (Ekaristi) dan berdoa.


3 NUBUAT PINTU BAIT ALLAH YANG TETAP TERTUTUP

Firman Allah telah menjelma menjadi manusia di dalam rahim Bunda Maria dan menjadikan rahim Maria sebagai Bait-Nya. Dari Maria ini Ia mengambil jasad daging jasmaninya sehingga daging Maria yang diambil oleh Firman untuk berinkarnasi itu selamanya merupakan Bait-Nya.

Bait Allah dipandang sebagai lambang dari rahim Maria yang didalamnya itu bersemayam Sang Firman Allah selama sembilan bulan.

Nubuat nabi Yehezkiel tentang Pintu Gerbang Bait Allah yang “harus tetap tertutup” dipandang oleh gereja sebagai nubuat keperawanan yang kekal dari Bunda Maria,

Yeh 44 : 1-3  Kemudian Ia membawa aku kembali ke Pintu Gerbang luar dari Tempat Kudus, yang menghadap ke Timur, gerbang itu tertutup. Lalu TUHAN berfirman kepadaku : Pintu Gerbang ini harus tetap tertutup, jangan dibuka dan jangan seorangpun masuk dari situ, sebab TUHAN Allah Israel, sudah masuk melaluinya; karena itu gerbang itu harus selalu tertutup. Hanya Raja itu, oleh karena Ia Raja boleh duduk disana, makan santapan di hadapan TUHAN. Raja itu akan masuk melalui Balai Gerbang dan akan keluar dari situ.

Pintu Gerbang itu adalah lambang pintu kewanitaan Maria. Tuhan telah melewati Pintu Gerbang itu adalah lambang dari Firman Allah yang telah menjelma dan dilahirkan melalui pintu kewanitaan Maria.

Oleh karena itu sebagaimana Pintu Gerbang Bait Allah yang telah dilewati oleh Tuhan itu tak boleh dilewati oleh siapapun, maka demikianlah Pintu Gerbang dari Firman Allah dalam penjelmaan-Nya inipun tak boleh dilewati orang lain siapapun.

Artinya tak boleh ada orang lain selain Yesus Kristus yang dilahirkan oleh Maria lewat Pintu Gerbang itu, Pintu Gerbang itu harus tetap tertutup setelah dilewati Tuhan. Demikian pula Maria harus tetap perawan setelah melahirkan Yesus.



4 BANI ISRAEL MELEWATI LAUT TEBERAU


Nama Israel adalah nama yang diberikan oleh Allah kepada Yakub,

Kej 35 : 10  Firman Allah kepadanya:”Namamu Yakub; dari sekarang namamu bukan lagi Yakub, melainkan Israel, itulah yang akan menjadi namamu.” Maka Allah menamai dia Israel.

Nama Israel ini akhirnya dipakai sebagai nama resmi untuk menyebut nama bangsa pilihan Allah ini.
Alasan mengapa Israel dipakai sebagai tipologi Kristus adalah sebagai berikut :

1 -Israel atau Yakub mempunyai dua belas orang anak yang kelak akan menjadi Bapak dari kedua belas nama suku Israel sampai sekarang.
-Yesus mempunyai dua belas orang rasul atau murid.

2 Untuk menghindarkan bahaya yang mengancam diri Israel dan Yesus keduanya mengungsi ke Mesir.

3 Kedua-duanya dipanggil oleh Allah dari Mesir :


Hos 11 : 1  Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu.

Mat 2 : 15  ….dan tinggal di sana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi:”Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.”


Bani Israel keluar dari Mesir dibawah pimpinan Musa, waktu sampai di tepi Laut Teberau dengan pertolongan Allah Musa membelah laut itu hingga terjadi celah kering dimana bangsa Israel dapat lewat dengan selamat.

Setelah bangsa Israel lewat seluruhnya, laut itu kembali menyatu dan menutup celah tersebut dan menenggelamkan pasukan Firaun yang mengejarnya.

Ini oleh Gereja dianggap sebagai tipologi rahim Maria yang menutup kembali setelah bayi Yesus melaluinya waktu lahir.



5 SEMAK BELUKAR YANG TAK TERBAKAR

Dalam Kitab Keluaran dikisahkan ketika Musa lari dari Mesir ia ditampung oleh seorang bernama Yitro, yang akhirnya menjadikan Musa sebagai menantunya. Yitro juga mempekerjakan Musa sebagai gembala dari ternaknya, dimana Musa biasa membawa ternaknya ke gunung Horeb. Disana Allah menampakkan diri kepada Musa dalam bentuk semak belukar yang menyala tetapi tidak terbakar.

Kel 3 : 2  Lalu Malaikat Tuhan menampakkan Diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat dan tampaklah : semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api.



Gereja melihat Semak Duri yang menyala tapi tidak terbakar ini sebagai tipologi Maria. Api yang menyala itu sebagai ke-Ilahi-an Sang Firman, sedang semak belukar yang mudah terbakar sebagai rahim Bunda Maria yang mudah lapuk dan binasa.

Peristiwa ini menggambarkan rahim Perawan Maria yang tidak hancur atau rusak ketika mengandung Firman Allah dan melahirkanNya, dan menyatakan ketetap-perawanan Bunda Maria



X BUNDA MARIA DIANGKAT KE SORGA DENGAN TUBUH DAN . JIWANYA

1 KEBANGKITAN ORANG MATI

Setiap orang yang mati akan dibangkitkan dengan tubuh dan jiwanya pada kedatangan Kristus yang kedua kali seperti yang tertulis di Alkitab berikut ini,

Yoh 5 : 29  …dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.

Rom 8 : 11  Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana oleh RohNya, yang diam di dalam kamu.

1 Kor 15 : 29  Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan orang-orang yang dibaptis bagi orang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa mereka mau dibaptis bagi orang-orang yang telah meninggal.

2 MENYATU ATAU MANUNGGAL DENGAN TUBUH KEMULIAAN KRISTUS

Pada akhir zaman tubuh orang benar akan dibangkitkan dan akan menyatu atau manunggal dengan Tubuh Kemuliaan Kristus yang sekarang sudah berada di sorga. Hal ini diberitakan oleh Alkitab sebagai berikut,

Flp 3 : 20,21  …..kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ kita manantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini sehingga serupa dengan TUBUH-NYA yang mulia....

Kol 3 : 4  Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamupun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.

2 Pet 1 : 4  Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan sangat besar, supaya olehnya kamu kamu boleh mengambil bagian dalam KODRAT ILAHI,……

1 Yoh 3 : 2  Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya.


3 ANAK SULUNG DALAM HUBUNGAN DENGAN KESELAMATAN

Ada banyak sebutan Anak Sulung untuk Yesus didalam Alkitab tapi ini dalam konteks Keselamatan dimana Yesus adalah yang pertama atau yang sulung yang naik ke sorga dengan Tubuh Kemuliaan-Nya, yang kemudian akan diikuti oleh semua orang benar sebagai anak-anakNya pada waktu kedatanganNya yang kedua, seperti dinyatakan Alkitab dibawah ini,

Rom 8 :29  Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu manjadi yang sulung diantara banyak saudara.

1 Kor 15 : 20  Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal.

1 Kor 15 : 23  Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya : Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya.

Kol 1 : 18  Ia-lah kepala tubuh, yaitu jemaat (gereja). Ia-lah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.


Tuhan Yesus adalah orang pertama atau yang sulung yang masuk ke sorga dengan Tubuh KemuliaanNya. Siapakah kiranya orang berikutnya tanpa menunggu sampai akhir zaman ? Gereja mengimani orang tersebut adalah Bunda Maria dengan fakta bahwa,

1 Pada waktu di dunia Bunda Maria telah bersatu sepenuhnya dengan Puteranya, yaitu pada saat inkarnasi.

2 Pada peristiwa inkarnasi Tuhan Yesus mengambil kemanusiaanNya sepenuhnya dari Bunda Maria

3 Kemanusiaan Bunda Maria yang dikenakan Tuhan Yesus itulah yang dibawa ke sorga setelah kebangkitanNya dari kematian berupa Tubuh KemuliaanNya.


Dengan melihat fakta di atas tidak mungkin Tuhan Yesus meninggalkan asal muasal tubuh jasmaniNya didunia tanpa mengangkatnya ke sorga pada saat Bunda Maria wafat. Itulah sebabnya gereja mengimani setelah wafat Bunda Maria diangkat ke sorga dengan tubuh dan jiwanya.


XI RATU SORGA

Dalam beberapa naskah liturgis dan kidung-kidung Gereja Maria disebut sebagai Ratu Sorga. Ini bukan berarti Maria adalah Penguasa Sorga, sebagai Dewi berhala atau isteri Dewa Penguasa Langit, namun dalam kaitannya dengan keselamatan.

Alkitab mengajarkan sebagai berikut,

Rom 8 : 17  Dan jika kita adalah anak , maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia

Ibr 1 : 2  maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.


Kita adalah ahli waris yang akan menerimanya bersama-sama Kristus, maka di dalam Kristus kita-pun mendapatkan segala yang ada yang dimiliki oleh Kristus.

Kalau Kristus adalah Raja segala raja,

Why 19 :16  Dan pada jubah-Nya dan paha-Nya tertulis suatu nama, yaitu:”Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan”

Maka kita adalah,


Why 1 : 6  dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya....

Why 5 : 10  Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja dibumi.

Kita menjadi suatu kerajaan artinya kita-pun ikut menjadi raja di dalam kemuliaan Kristus itu. Dan ini terjadi ketika kita telah mengalami panunggalan di dalam kemuliaan Kristus, yang termasuk Bunda Maria di dalamnya,

Ibr 12 : 22-23  Tetapi kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, 23  dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna.

Bagi mereka yang percaya bahwa Bunda Maria telah diangkat ke sorga dalam kemuliaan sudah terjadi sekarang dan tak perlu menunggu hari kebangkitan nanti.

Dengan demikian kita dan “roh-roh orang benar yang telah menjadi sempurna” secara realita, ikut ambil bagian dalam kerajaan Kristus, dan kita adalah raja-raja itu, apalagi para orang kudus itu.

Jika para orang kudus semuanya adalah “raja-raja” dalam kemuliaan Kristus, bukankah Maria juga “raja” ? Hanya karena dia adalah seorang wanita sebutannya bukan raja, tapi “ratu”

Para roh orang-orang benar itu berada di Yerusalem Sorgawi (Ibr 12 : 22), jadi mereka bisa disebut “raja-raja Sorgawi” dan Maria adalah “Ratu Sorga”