Sunday, July 26, 2009

S E J A R A H G E R E J A

Disusun oleh Joseph Handoko

Constantin yang Agung adalah kaisar Romawi pertama yang menjadi Kristen. Karena dia tidak mau ada kenangan yang jelek dengan masa mula-mula Kekristenan lahir dan disiksa serta dikejar-kejar oleh penguasa Romawi, maka sebagai kaisar Romawi yang memeluk agama Kristen ia mendirikan ibu kota baru di timur dan memakai namanya Constantinopel sebagai ibu kota kekaisaran Romawi Timur.

Pada saat itu ada lima ke-Paus-an atau ke-Patriarkh-an yaitu, Constanopel, Antiokhia, Alexandria, Yerusalem di timur dan Roma di barat yang masing-masing dipimpin oleh seorang Patriakh atau Paus.

Untuk melawan bidaah-bidaah (heresy) dan ajaran sesat dan untuk membentengi iman Kristen yang murni maka pada tahun 325 di Nikea dan tahun 381 di Constantinopel diadakan Konsili Ekumenis dan ditentukan Pengakuan Iman atau Credo atau Syahadat Panjang yang biasa dikenal sebagai Credo Nikea-Constantinopel. Disamping Credo Panjang ini gereja Katolik mengenal juga Credo Pendek atau Credo Para Rasul.

Hampir diseluruh dunia Gereja Katolik memakai Credo yang panjang, kecuali gereja Katolik di Indonesia yang sering memakai Credo yang pendek, hanya sewaktu-waktu saja memakai Credo Panjang.

Bagian Roh Kudus pada Credo Panjang, aslinya menurut Konsili Nikea-Constantinopel dikatakan :

..............................................

Aku percaya akan Roh Kudus,

Ia Tuhan yang menghidupkan,

Ia berasal dari Bapa,

Yang serta Bapa dan Putera

Disembah dan dimuliakan;

..........................................

Tetapi pada tahun 589 dikonsili lokal di Toledo, Spanyol bagian “Ia berasal dari Bapa” ditambahkan dengan kata “ dan Putera” dengan maksud yang baik, yaitu untuk memperjelas ke-Ilahi-an Yesus yang ditentang oleh Arius yang mengatakan Putera itu bukan Ilahi tapi hanya ciptaan Allah yang pertama.

Dari Spanyol ajaran Filioque menyebar ke Perancis dan setelah Kaisar Perancis Charlemagne mengetahui Credo atau Pengakuan Iman gereja di Perancis berbeda dengan di Roma, ia memaksakan menambahkan kata “dan Putera” . Tetapi Paus Roma, Leo III (795-816) menolaknya karena hal ini bertentangan dengan Credo yang asli keputusan Konsili Nikea-Constantinopel.

Tetapi pengaruh negara sangat kuat dan pemakaian Filioque menyebar kemana-mana sehingga pada tahun 1014 , Henri II, kaisar Perancis berhasil menekan Paus Roma, Benedict VIII untuk memasukkan Filioque kedalam Credo Nikea-Constantinopel.

Paus Benedict VIII terpaksa menerima tambahan ini karena ketergantungan Gereja Roma pada perlindungan militer kekaisaran Perancis terhadap serbuan pasukan Islam yang telah menguasai Spanyol dan siap menyerbu Roma, walaupun secara resmi baru dimasukkan ke dalam Credo (bahasa Latin) pada tahun 1274 pada Konsili Lyon II.

Gereja-gereja di Timur menolak untuk memasukkan tambahan“Filioque”(lengkapnya : “Qui Patre Filioque procedit”) kedalam Pengakuan Iman Nikea-Constantinopel. Alasannya ialah Allah adalah satu-satunya yang kekal dan Allah adalah Esa, jadi dengan keluarnya Roh Kudus juga dari Putera maka ada dua sumber kekekalan dan Allah tidak Esa.

Atas desakan negara-negara di Barat, Gereja Roma ingin memaksakan penambahan kata “Filioque” dalam Credo Nikea-Constantinopel yang dengan keras ditolak oleh Gereja-gereja di Timur. Maka perpecahanpun tidak dapat dihindarkan, maka pada tahun 1054 terjadilah skisma atau perpecahan besar.

Empat ke-Patriarkh-an di Timur, yaitu, Constantinopel, Antiohkia, Alexandria dan Yerusalem tetap tidak menambah kata “Filioque” dalam Pengakuan Iman Nikea-Constantinopel sampai sekarang ,sedang pada Gereja Katolik Roma ada tambahn kata “Filioque”

Perpecahan antara Gereja Timur yang disebut Orthodox dan Gereja Barat yang diwakili Gereja Katolik Roma sudah berlangsung hampir satu millenium atau hampir seribu tahun. Ada satu kebekuan yang bisu karena tidak ada tegur sapa antara kedua belah pihak.

Tetapi sangatlah beruntung pada tahun 1964 atas prakarsa Bapak Paus Paulus VI dan Patriarkh Athenagoras I dari Constantinopel diadakan pertemuan di Yerusalem untuk saling meniadakan anatema atau kutukan antara dua kelompok Gereja besar ini.

Sejak itu tidak kurang dari tiga kali Bapak Paus Yohanes Paulus II mengunjungi rekan Patriarkh nya di Timur. Juga Paus Benedictus XVI dalam kunjungannya ke Turki mengunjungi Patriarkh Constantinopel, Bartholomeus I.

Bahkan Paus Yohanes Paulus II sempat mengeluarkan Surat Apostolik “Orientale Lumen” atau “Terang dari Timur” mengajak kita semua belajar dari Timur. Bahkan dalam Konsili Vatikan II dimasukkan Dokumen-dokumen penting mengenai Gereja-Gereja Timur, yaitu:

Dekrit “Unitatis Redintegratio” Tentang Ekumenisme, bab 3 mengenai : Tinjauan Khusus Tentang Gereja-Gereja Timur, antara lain ditulis naskah sebagai berikut :

(15) “ Dalam ibadat liturgi itu, Umat Gereja-Gereja Timur dengan kidung-kidung yang amat indah mengagungkan Santa Maria Selalu Perawan, yang oleh Konsili Ekumenis Efesus (tahun 431) secara resmi dimaklumkan sebagai Bunda Allah yang suci, supaya Kristus sungguh-sungguh dan dalam arti yang sejati diakui sebagai Putra Allah dan Putra manusia menurut Kitab Suci. Umat Gereja-Gereja Timur juga menghormati dan memuji banyak orang kudus, di antara mereka para Bapa Gereja Semesta.

Sungguhpun terpisah, Gereja-Gereja Timur mempunyai sakramen-sakramen yang sejati, terutama berdasarkan pergantian apostolik, Imamat, dan Ekaristi. Melalui Sakramen-Sakramen itu, mereka masih berhubungan erat sekali dengan kita. Maka dari itu suatu kebersamaan dalam perayaan Sakramen-sakramen, bila situasi memang menguntungkan dan dengan persetujuan pimpinan gerejawi, bukan hanya mungkin, melainkan juga dianjurkan.

Di Timur terdapat kekayaan tradisi-tradisi rohani yang terutama terungkap dalam peri hidup para rahib. Sebab di situ sejak zaman kekayaan para Bapa kudus berkembanglah spiritualitas monastik, yang kemudian menjalar ke kawasan Gereja Barat.

Spiritualitas itulah yang menjadi sumber bagi lembaga hidup religius dalam Gereja Latin, dan kemudian memberinya daya-kekuatan baru. Maka dari itu, sangat dianjurkan supaya Umat Katolik lebih sering menikmati kekayaan rohani para Bapa Gereja Timur yang mengangkat manusia seutuhnya untuk merenungkan mister Ilahi.” (Halaman 205-206)

(17) (Ciri Khas Gereja-Gereja Timur Berkenaan dengan Soal-Soal Ajaran).

“Mengenai tradisi-tradisi teologis Gereja-Gereja Timur yang otentik, harus diakui bahwa tradisi-tradisi itu memang berakar secara mantap dalam Kitab Suci, diteguhkan dan diungkapkan oleh kehidupan liturgis, diperkaya oleh tradisi apostolik yang hidup maupun karya tulis para bapa Gereja Timur serta para penulis hidup rohani. Tradisi-tradisi itu mengantar Umat kepada pola hidup yang baik, bahkan juga kepada kontemplasi kebenaran Kristen sepenuhnya” (Halaman 207)

(18) (Penutup)

“Menyadari semua itu sepenuhnya, Konsili (Vatikan II) suci ini membarui apa yang pernah dinyatakan oeh Konsili-konsili di masa lampau dan oleh para Paus, yakni untuk memulihkan dan melestarikan persekutuan serta kesatuan perlulah tidak menaruh beban lebih berat dari yang memang sungguh diperlukan” (Kis 15 :28). Konsili meminta dengan sangat pula supaya selanjutnya semua usaha ditujukan untuk setapak demi setapak mencapai kesatuan itu, dipelbagai unsur kelembagaan serta bentuk-bentuk kehidupan Gereja, terutama dalam doa dan dialog persaudaraan tentang ajaran-ajaran maupun kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendesak akan reksa pastoral pada zaman sekarang. Begitu pula Konsili menganjurkan kepada para Gembala serta Umat Gereja Katolik untuk menjalin hubungan-hubungan dengan mereka, yang tidak hidup di Timur lagi, melainkan merantau jauh dari tanah air. Maksudnya supaya makin meningkatlah kerja sama persaudaraan dengan mereka itu dalam semangat cinta kasih, dengan menyisihkan segala keinginan untuk bersaing. Kalau usaha itu digiatkan sepenuh hati, Konsili suci mengharapkan, supaya robohlah dinding pemisah antara Gereja Barat dan Gereja Timur, pada akhirnya terwujudlah kediaman satu-satunya, dibangun atas Batu Penjuru, yakni Kristus Yesus, yang akan menyatukan kedua pihak,” (Halaman 207-208).

Sangat jelas dari pihak Gereja Barat atau Katolik Roma amat mengingingkan persatuan dan penyatuan atau paling tidak adanya kerja sama antara Gereja Timur dan Gereja Barat.

Kalau hal ini bisa terjadi, alangkah kayanya apa yang akan dimiliki oleh kedua belah pihak, tepat seperti yang diucapkan oleh seorang imam Katolik Roma di Amerika :

“Hari ini Gereja Katolik Roma bernapas hanya dengan satu paru-paru, tetapi kalau kita bisa bersatu dengan saudara kita dari Gereja Timur (Orthodox) maka kita bisa bernapas secara lengkap dengan dua paru-paru”.

Jadi mengapa kita bertengkar dan saling melemparkan tuduhan-tuduhan yang belum tentu benar, apakah tidak sebaiknya kita saling belajar seperti yang dianjurkan oleh pimpinan Gereja kita sehingga kita lebih kaya dalam pengetahuan mengenai Gereja kita masing-masing.

Masih ada tersisa mengenai hal-hal yang tidak jelas yang berhubungan dengan “Filioque” yang terdapat dalam ayat-ayat Kitab Suci tentang Roh Yesus berikut ini :

Gal 4 : 6 à Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita yang berseru : “ya Abba, ya Bapa”

Flp 1 : 19 à karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus

Kis 16 : 7 à Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka.

Ayat- ayat tersebut di atas berbicara tentang Roh Yesus setelah kebangkitanNya dan setelah Yesus dipermuliakan, seperti kita lihat pada ayat-ayat dibawah ini :

Kis 2 : 32 à Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tenteng hal itu kami semua adalah saksi.

33 à Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus, yang dijanjikan itu, maka dicurahkanNya apa yang kamu lihat dan dengar di sini (pada saat Pentakosta)

Tetapi sebelum Yesus dipermuliakan Roh itu belum datang, lihat ayat berikut ini,

Yoh 7 : 39 à Yang dimaksudkanNya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepadaNya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dipermuliakan

Jadi dalam keadaan kekalNya Roh Kudus hanya keluar dari Allah (Bapa) saja seperti yang dikatakan Alkitab dibawah ini :

Yoh 15 : 26 à Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku

Jadi dari ayat di atas Tuhan Yesus sendiri yang mengatakan bahwa Penghibur atau Roh Kebenaran atau Roh Kudus itu keluarNya dari Bapa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alkitab dalam ayat berikut ini :

1 Kor 2 : 10 à Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.

11 à Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia ? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah

Dari ayat-ayat di atas dikatakan bahwa Roh Kudus adalah Roh Allah dan tinggalNya dalam Diri Allah, jadi seyogianya keluarNya-pun hanya dari Allah saja.

Untuk menanggulangi kontroversi “Filioque” yang menyebabkan terpecahnya Gereja yang Satu, Katolik dan Apostolik Paus Yohanes Paulus II telah dengan berani mengambil keputusan untuk memberi izin menghilangkan kata “dan Putra” dari syahadat Nikea-Constantinopel versi Latin ( bahan diambil dari buku “Iman Katolik” Buku Informasi dan Referensi yang dikeluarkan oleh Konferensi Waligereja Indonesia, diterbitkan oleh : Penerbit Kanisius dan Penerbit Obor, Halaman : 319-320)

“Di kemudian hari, di Barat (dalam bahasa Latin), masih ditambahkan satu kata lagi:”berasal dari Bapa dan Putra”. Tambahan ini menimbulkan banyak kesulitan dan pertikaian antara Gereja Barat dan Gereja Timur (Orthodox). Soal ini rumit sekali dan tidak dari semula disadari arti dan akibatnya. Para ahli teologi Barat, mulai dengan St Agustinus (354-430), biasanya mengajarkan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra (karena hubungan antara Roh Kudus dan Kristus). Tetapi secara resmi hal itu dimasukkan ke dalam Syahadat (bahasa Latin) baru oleh Konsili Lyon II tahun 1274. Pada tahun 1981 (perayaan 1600 tahun Konsili Konstantinopel I) Paus Yohanes Paulus II memberi izin menghilangkan kata-kata “dan Putra” dari syahadat Latin itu. Sebab dalam syahadat Yunani (dari tahun 381 itu) memang tidak ada kata “dan Putra”. Gereja Timur berpegang teguh pada pendapat bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa, sama seperti Putra.”

“Sebetulnya Gereja Barat secara prinsip juga tidak berkeberatan terhadap rumus Timur. Konsili Florence (1442) menyatakan : “Apapun Bapa dan apapun milik-Nya, Ia tidak punya dari yang lain, tetapi dari diri-Nya sendiri, Ia adalah dasar tanpa dasar. Apa pun Putra dan apa pun milik-Nya, Ia punya dari Bapa, Ia adalah dasar dari dasar. Apa pun Roh Kudus dan apa pun milik-Nya, Ia punya dari Bapa bersama dengan Putra. Tetapi Bapa dan Putra bukanlah dua dasar bagi Roh Kudus, melainkan satu dasar”.

1 comment:

  1. Bravo Tim, rupanya diam-diam dikau telah menjadi seorang blogger hehehhe. Btw, dalam tulisan ini rupanya dikau telah menjadi juru bicara Orthodox untuk Katolik hehehhe. Mantap brur kalau kita lihat dari semangat untuk persatuan Gereja. Kamu kayak Vassulanya Katolik nih hehehehe. Anyway, masalah filioque sdh tutup buku dari silang sengketa teologis dengan Orthodox. Banyak mainstream Orthodox yang tidak mempermasalahkan lagi Filioque. Karena mereka juga paham bhw penambahan "dan putra" maksudnya adalah baik cuma mungkin caranya tidak bersifat konsiliaris. Filioque ini hanya frase teologi yang tidak menggangu iman Kristen Tradisional secara radikal. Sebab Roh Kudus pun dapat datang melalui Yesus sebagai Sang Logos yang berasal dari Bapa sbg dasar tanpa dasar. Pemahaman pneumatik Orthodox dalam Trintas juga menimbulkan aspek berbeda terhadap persatuan Gereja. Dimana Barat mengandalkan aspek visibilitas Gereja sbg Organisasi kudus yang didirikan Yesus sementara Orthodox beranggapan persatuan Gereja sudah terserap pada unsur Roh Kudus-nya shg visibilitas persatuan (dimana perlunya satu orang pemimpin atau paus) menjadi tidak penting. Demikian

    ReplyDelete